Friday, July 18, 2008

Hidup Mahasiswi


Suara itu masih terdengar di kepala ku, suara letupan tembakan peluru karet yang mengenai dada salah satu rekan perjuangan kita.

Tak usah aku menanyakan apa yang ia rasakan, ia tak berkata apapun, hanya raut mukanya lah yang menampakkan betapa sakitnya peluru karet yang terhunus menuju dadanya.

Tak perlu ku tanyakan kepada kalian saudaraku, malu rasanya….sangat malu melihat Mahasiswi Putri kita pada hari ini, mengapa? Mereka yang diciptakan oleh Tuhan dengan sifat yang lemah lembut, mereka mempunyai tipikal yang lebih peka perasaan nya, mereka lebih sensitif dengan bentuk keanarkisan, mereka lebih kecil kekuatan fisiknya untuk melawan di banding dengan pria.

Inginkan kah kalian mengetahui bagaimana gerak perjuangan Mahasiswi putri hari ini, mereka…mereka dengan lantang meneriakan suara-suara perjuangan, mereka rela untuk mencoba mendorong brigade aparat yang berdiri menghalangi sebuah pagar tinggi yang amat congkak, sebuah pagar yang padahal didalam sanalah wakil-wakil kita, disanalah seharusnya suara rakyat di perjuangkan, tapi pagar itu terasa bagaikan benteng yang berusaha menahan gelombang suara rakyat yang dengan lantang terkumandangkan seolah menjadi lemah dengan kuatnya gerbang itu menghalang. Mereka mencoba mendorong dan mendorong kembali barisan brigade Polisi, dengan saling bergantian, dengan tidak terlihat sedikit pun wajah penyesalan dalam raut wajah yang mereka tampakkan.

Hari ini telah kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri, bagaimana massa putri tak luntur semangatnya ketika kondisi di lapangan mulai menegang, emosi sudah mulai tersulut, beberapa aparat mulai geram, mereka akhirnya mendorong massa putri dengan sedikit paksa, akhirnya seorang komando di atas sebuah podium, memberikan komando untuk mengamankan massa putri dengan memborder mereka dengan kuat , dan menyuruh seluruh massa untuk duduk, dengan border pelindung tetap berdiri dengan kokoh walau badan terasa gopoh. Ketegangan semakin memuncak, para massa pria mencoba melindungi massa putri yang sebagian belum masuk ke dalam border pria, beberapa rekan kita pun menjadi korban, darah yang masih begitu segar mengalir dari kepala seorang massa pria akibat pentungan aparat yang dilayangkan dengan penuh tidak ada rasa kemanusian.

Wahai putri, tak usah kalian berkata, biarlah mereka yang sadar akan menjadi tersadar. Biarlah dunia ini terdiam dengan kemenungan. Biarlah alam ini yang menyeru, langit akan menjadi saksi, awan kan menjadi bukti, matahari yang menyengat kan menjadi penyinar, di hari ini, kalian telah membutktikan bahwa kalian bukanlah makhluk yang hanya pandai berhias, makhluk yang hanya pandai menyapu, memasak, tapi kalian wahai putri adalah pejuang rakyat ini, kalian adalah intelektual gadis yang menjadi catatan sejarah dan peradaban bangsa. Kelemahan tak menjadi halangan untuk kalian, karena kelemahan yang sesungguhnya adalah ketika panggilan perjuangan tak bergeming di setiap telinga insan yang mendengar.

23 – maret – 2008

Wallahu A’lam bish-showaab.

Kritik dan sarannya : riosyam@telkom.net

No comments: