Wednesday, September 10, 2008

Mengabdi Dan Merangkai Jati Diri


PengMas –BEM untuk Bangsa -

PengMas (Pengabdian Masyarakat) merupakan agenda berikutnya dari BEM STT-PLN periode kepengurusan 2007-2008 dibawah kepemimpinan Fajar Sidik TE ’04, yang baru saja terealisasi setelah beberapa agenda sebelumnya yang telah berlangsung yaitu BCM (Bulan Cerdas Mahasiswa), Latihan Keterampilan Manajamen Mahasiswa Pra Tingkat Dasar (LKMM Pra TD I & II), Aksi dan Seruan Mahasiswa yang dikomandoi oleh DepLu.

PengMas dengan tema “BEM untuk Bangsa” ini merupakan agenda yang terlahir dari ide salah satu Departemen yang berada dibawah naungan BEM STT-PLN yaitu Departemen PSDM dan didukung secara penuh oleh seluruh jajaran kepengurusan untuk dapat mengonsep dan merealisasikan kegiatan ini, yang nantinya diharapkan sebagai pembuka pintu awal, untuk keberlangsungan secara kontinyu kegiatan Pengabdian Masyarakat yang diadakan baik oleh BEM khususnya dan seluruh civitas akademika STT-PLN.

Landasan yang membuat kegiatan ini pantas untuk diadakan, salah satunya belum adanya kegiatan Pengabdian Masyarakat yang dilaksanakan oleh elemen kampus STT-PLN baik dari BEM sendiri, ormawa, dan civitas akademika lainnya, dimana mahasiswa mengabdikan diri baik dari bidang pendidikan berdasarkan disiplin ilmu yang dimilikinya maupun dari tenaga yang dimilikinya, atau apapun yang dapat diberikan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, selain itu semoga dengan berlangsungnya kegiatan ini dengan baik, nantinya dapat memberikan sebuah paradigma baru bahwa masih banyak masyarakat yang membutuhkan tenaga kita sebagai seorang mahasiswa.

Kegiatan PengMas yang dimulai dari tanggal 26 Agustus s/d 02 September 2008, yang bertempat di Kampung Tegal Malaka, Desa Panyindangan –PURWAKARTA-, alasan memilih daerah tersebut sebagai tempat untuk mengabdikan diri selama 8 hari penuh adalah karena daerah tersebut setelah melalui beberapa survei masih banyak membutuhkan bantuan secara intensif terutama dari dua bidang yaitu pendidikan dan infrastruktur.

Target yang hendak dicapai oleh BEM STT-PLN pada kegiatan PengMas yang baru pertama kali diadakan ini adalah pemberian penyuluhan dan bantuan pengajaran kepada siswa-siswi SDN dan SMP Panyindangan 2, kemudian pemberian bantuan berupa pakain, perlengkapan ibadah, penerangan, instalasi listrik, dan dari bidang infrastruktur berencana memberikan bantuan berupa pembangunan sebuah MCK, pembuatan papan informasi, dan targetan diluar itu adalah memberikan bantuan apapun yang dapat diberikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Bidang Pendidikan merupakan salah satu targetan yang cukup penting , karena setelah melalui beberapa survei dengan beberapa orang tenaga pengajar, masyarakat, maupun dengan siswa-siswi, ternyata masih kurangnya perhatian pemerintah khususnya terhadap perkembangan sekolah baik dari gedung sekolah yang terlantar, kualitas pendidikan yang masih sangat minim sekali, tidak seimbangnya tenaga pengajar dengan jumlah murid dan kelas. Kemudian anggapan yang masih keliru dari orang tua yang beranggapan bahwa anaknya cukup hanya disekolahkan asal bisa membaca dan menulis, karena ujung-ujungnya akan dinikahkan sekalipun dalam usia yang masih dini. Kemudian kekurang yakinan para siswa untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kurangnya keberanian siswa-siswi dalam berkomunikasi.

Untuk Bidang infrastruktur target yang hendak di realisasikan adalah pemberian bantuan berupa bangunan yang dapat dipergunakan secara massal oleh warga yaitu pembangunan MCK dengan tetap memanfaatkan swadaya masyarakat dengan mengikutsertakan warga dalam pengerjaan pembuatan MCK, pembuatan papan informasi yang di rasa sangat di perlukan sekali, karena informasi-informasi yang datang baik dari pemerintah daerah, kecamatan, kepala Desa, belum dapat tersampaikan secara menyeluruh ke seluruh warga karena belum adanya papan informasi untuk keperluan tersebut, kemudian bantuan penerangan dan perbaikan instalasi listrik.

Setelah melalui beberapa rencana, proses, usaha, rintangan selama 8 hari penuh dalam pengabdian masyarakat ini, dengan beberapa targetan yang telah dicanangkan sebelumnya, dan syukur kami dari seluruh jajaran BEM STT-PLN kehadirat Tuhan YME, akhirnya Tuhan berkehendak untuk mengabulkan doa, mimpi, dan harapan kami, karena semua agenda dan rencana kami dapat terealisasi, sekalipun kami tidak menafikkan bahwa apa yang kami berikan tidaklah seberapa dan sempurna, dan kami hanya mengharapkan semoga sesuatu yang kecil ini baik dari tenaga, ilmu, atau apapun yang kami sumbangkan dicatat sebagai suatu amal ibadah di hadapan-Nya.

Dan semoga dengan PengMas ini, membukakan mata hati kita sebagai seorang Mahasiswa dan manusia bahwa masih banyak saudara kita yang membutuhkan sentuhan tangan kita, mereka tidaklah meminta banyak, dengan kedatangan kita pun sudah menjadi pelipur dahaga untuk diri mereka. Tetapi mereka akan memberikan sesuatu yang tak ternilai dengan uang, tak ternilai dengan kelelahan diri, tak ternilai dengan cucuran keringat, air mata, dan darah. Mereka memberi “arti hidup dan kehidupan”, mereka mengajarkan “kebersamaan”,”persaudaraan” dan mereka memberi “jalan untuk merangkai jati diri ” sebagai seorang manusia sesungguhnya.


Baca Selengkapnya »»

Tuesday, August 19, 2008

Dikala Taubat Berbuah Manis (3)

Part III

***

Nak…mau kemana…kamu jangan banyak gerak dulu…..kandungan mu sudah semakin besar nak…”, ” saya Cuma mau jalan-jalan sebentar, cari angin Yah…bosan dirumah terus..”, “ya..sudah jangan jauh-jauh….hati-hati kandunganmu dijaga…,Ayah antar yah..”, “gak usah yah….cantika lagi ingin sendiri….”, Ada perasaan tak enak yang mengganjal Ayah pada hari itu, karena ini bukan merupakan kebiasaan Umi,pergi sore hari dengan alasan ingin jalan-jalan, padahal selama mengandung ini Umi tak pernah ingin keluar rumah .”astaghfirullah”, ayah pun beristighfar..karena memikirkan hal negatif yang belum tentu terjadi. Ia hanya berdoa “Ya..Allah aku serahkan puteri ku kepada-Mu, karena Engkaulah sebaik-baik penjaga dan pelindung hambamu, jangan biarkan anakku melakukan perbuatan yang Engkau murkai lagi Ya Rabb“. “Aku..pergi dulu yah….Assalamu’alaikum”, “wa’alaikum salam”. Ternyata dalam hatinya yang dalam Umi telah merencanakan bahwa hari ini ia akan mengakhiri hidupnya. Ia pun berjalan tanpa arah, mengikuti arah angin entah kemana akan membawanya, terik matahari perlahan turun membelokkan bayangan yang sedari tadi tepat berada dibawah tubuh.

Tibalah ia di salah satu pinggir jalan raya, dan ternyata Umi melihat bahwa ada rel kereta api yang berada disisi jalan, dengan niat dan tekad yang bulat ia akan mengakhiri hidupnya hari ini, ternyata dari kejauhan terdengar suara kereta api jurusan Rangkasbitung-TanahAbang, yang akan melintasi rel kereta api itu. “aahh….inilah saatnya aku akan mengakhiri Hidupku, karena tuhan sudah enggan untuk menolongku…”. Ketika suara kereta api sudah mulai dekat, umi berjalan mendekati rel kereta api itu, dan sekarang ia berada tepat dibibir rel kereta api, tekadnya sudah bulat ia akan mengakhiri hidupnya. Dan kereta pun semakin mendekat, tiba-tiba……

***

Seorang pemuda dengan mengenakan kemeja panjang yang digulung setengah, dilengkapi dengan celana jeans dan sepatu ket, menggendong tas, garis wajah yang begitu jelas, terdapat samar-samar titik hitam di keningnya itu, hidung mancung dan mungil untuk ukuran seorang pria ditemani dengan wajah sedikit kelelahan, kulitnya agak gelap, tampak sedang kebingungan, berjalan dengan gelisah, dengan mata yang tertuju ke tanah, seperti seorang yang mencari-cari sesuatu barang yang terjatuh, dan ternyata benar, laki-laki tersebut mencari dompetnya yang terjatuh entah dimana, kejadian itu terjadi ketika pemuda ini, turun dari stasiun kereta Api Palmerah, kemudian ia berjalan di trotoar, hendak menuju jalan layang untuk melanjutkan perjalanannya menaikki sebuah kopaja 88 tujuan kalideres, tetapi ketika ia akan menaikki kopaja, dan ketika duduk, ia merasakan ada sesuatu yang rasanya janggal, pemuda itu pun terkejut, ternyata dompetnya hilang….”innalillahi..”..ucap pemuda tersebut, ia pun langsung meloncat dari kopaja itu, dan berlari kembali kearah stasiun, sambil menerka-nerka dimana kira-kira dompetnya terjatuh….. ,

Tiba-tiba pemuda ini tersentak…”astaghfirullah”, ia melihat seorang gadis muda tetapi telah berbadan dua, berdiri tepat dipinggir bibir rel kereta api, dan hendak melangkahkan kakinya menuju tengah rel kereta api itu, sedangkan kereta api sudah tak jauh lagi berada didepan gadis berbadan dua itu, tanpa pikir panjang, pemuda itu pun langsung berlari tunggang langgang begitu cepat, dengan begitu cepat ia menarik wanita hamil itu ke bibir rel, dan kereta api pun, berlalu dengan hanya meninggalkan abu dan angin yang bertiup, sambil menangis histeris dan mendorong pemuda itu, wanita hamil itu tak lain adalah Umi berkata “kenapa..kamu menolong diriku..”..dan kemudian ia memukul-mukul dada pemuda tersebut “kenapa…..kenapa..kenapa..kau menyelamatkan ku…dan membuat diriku akan menderita lagi…kenapa..Tuhan tak adil kepada diriku..kenapa tuhan tak mengampuniku….kenapa”, pemuda itu pun hanya diam terpaku, ia tak mengerti apa yang terjadi dengan wanita muda yang berbadan dua ini, Umipun terjatuh dan tak sadarkan diri, kemudian pemuda ini berlari kearah kerumunan orang dan meminta bantuan untuk membawa wanita hamil itu, kemudian datanglah berduyun-duyun orang yang hendak menolong, dan diantara kumpulan orang itu ada seorang yang berketus dengan berkata “tega….kandungan udah segede itu…masih aja di ajak bepergian…dasar suami tak tahu diri…”, perkataan seorang Ibu tua itu, terdengar oleh si pemuda tersebut….ketika pemuda tersebut hendak menyangkal bahwa wanita hamil ini bukan istrinya…”Hai…pak…angkat dong..istrinya…”,”ini istri kamu kan”, dengan kebingungan akhirnya ia asal menjawab saja “i..ii..iya…”.

***

Sebuah infus tergantung disisi si Wanita hamil itu (Umi), dan sebuah selang panjang melingkar diantara besi penyangga dan terlekat sebuah jarum yang terekat pada tangan yang putih dan mulus, tapi tampak tak terawat. Umi pun sadarkan diri, dan Umi kaget ternyata pemuda yang menyelamatkannya tadi, masih berada dihadapannya, duduk sambil wajah menghadap keluar jendela didalam ruangan rumah sakit Rs. Cengkareng. Melihat Umi telah sadar, pemuda itu menghampiri umi, dan menyapa “assalamu’alaikum..”, umi hanya terdiam terpaku…”bagaimana..keadaan ibu..sudah baikan…”, Umi pun kembali terdiam, sedikitpun tak tergubris bibirnya untuk menjawab pertanyaan laki-laki itu. Seorang suster pun datang menghampiri mereka berdua, dan berkata, “gimana..bu….sudah baikan..”, umi pun hanya mengangguk, “maaf…bapak ini suaminya kan….tolong pendaftarannya diisi terlebih dahulu ya pak…ruangan depan..”, Pemuda itu pun kembali terdiam, ia bingung harus mengatakan apa, tampak wajah kikuk dari dirinya dan berkata “tapi….”, “maaf pak….sebaiknya bapak..segera mendaftar terlebih dahulu..”…”ohhh….iya—iya, suster”. Pemuda itu pun berjalan meninggalkan ruangan itu dan melangkah kearah depan, ia bingung, sudah disangka suami wanita hamil itu, ditambah lagi ia tidak ada uang sepeser pun karena dompetnya hilang, tadi pun sewaktu membawa wanita hamil itu, ada seorang bapak berbaik hati membayar ongkos taksi, “aduuhhh….kesiapa neh….gw minta tolong..”, lama ia berfikir,”ah….iya..Fatimah….dia kan rumahnya deket sekitar rumah sakit ini..”, Lalu pemuda itu pun mengambil handphone dari sakunya dan menekan nama “Ukhti Fath” pada nomor kontak di Hpnya, Fatimah adalah seorang gadis cantik berkerudung, Fatimah adalah seorang mahasiswa yang cerdas jurusan psikologi di Univeristas Indonesia, seorang yang pandai sekali berkomunikasi, sering menjadi pembicara dalam acara-acara baik yang diadakan di Kampus maupun dilingkungan kampus lain seperti STT-PLN, STT-Telkom, dan kampus-kampus terkenal lainnya, ia adalah teman satu kampus pemuda itu, tetapi Pemuda itu berbeda jurusan, pemuda itu mengambil jurusan “Teknik Informatika” dan sedang mengerjakan tugas akhirnya, Fatimah adalah rekan satu perjuangannya di BEM UI, mereka berdua adalah satu team yang solid karena berada dalam Departemen yang sama, yaitu tentang peningkatan potensi Mahasiswa, dimana Pemuda itu yang bernama Raihan duduk menjabat sebagai KaDept.

Teman-teman kampusnya sering, menggoda mereka berdua, karena mereka selalu bersama, dan mereka berdua terkenal sebagai sebuah team yang solid, dimana ada Fatimah disitu pasti ada Raihan, dan ternyata Fatimah pun simpatik kepada sikap Raihan dalam menjalankan Agama, tetapi mereka berdua tetap menjaga hijab dengan baik, dan Raihan pun selalu berusaha menahan pandangan terhadap Fatimah karena ia adalah seorang pemuda yang memegang teguh tali agama Allah, karena kedekatan mereka tidak lebih dari sebagai rekan kerja, sahabat, dan teman seperjuangan. Sehingga sering sekali suara-suara samar berupa gossip, selalu merebak ketika membicarakan mereka berdua. “Assalamu’alaikum”, ucap pemuda itu(raihan), “wa’alaikum salam”, jawab Fatimah, “Ada…apa neh..tumben antum nelpon..ana..”, “ukhti…ane minta tolong banget…..bisa gak ukhti ke rumah sakit cengkareng sekarang…ane perlu bantuan neh…”, “afwan..memangnya ada apa, antum masuk rumah sakit..”, “ukhti..kesini aje dulu, entar ane ceritain deh….pulsa ane dah sekarat neh..”, “ok..ok…tunggu 10 or 15 menit lagi..”. Fatimah pun bergegas setelah berganti pakaian dengan kerudung warna hijau tua nan tergerai menutupi sebagian tubuhnya, dengan baju gamis yang serasi dengan warna kerudungnya itu, tampak cantik dan anggun.

***

Ketika sesampainya dirumah sakit, Raihan pun menceritakan semua apa yang terjadi pada dirinya kepada Fatimah. Kemudian Fatimah pun “tersenyum…”, “malah senyum, bukannya tolongin ane…”, “iya..iya…kita bayar aja dulu uang pendaftarannya..”, Fatimah pun kembali tersenyum..setelah membaca data-data yang dimasukkan, bahwa Raihan adalah suami Wanita hamil bernama Cantika…”hi..hi..”, “udah..buruan…, habis itu, ukhti anter ane jenguk wanita itu, siapa tahu sama ukhti ibu itu mau cerita masalahnya..”, “sabar ya….Pak”, jawab Fatimah dengan niat meledek Raihan yang tampak sedikit linglung.

Kemudian Raihan dan Fatimah pun memasukki ruangan dimana Umi terbaring lusu dengan kekosongan yang terangkai dalam raut wajah, “assalamu’alaikum”, sapa Raihan dan Fatimah, karena melihat seorang wanita, Umipun menjawab “wa’alaikum salam”, Fatimah pun kemudian menghampiri umi, dan Raihan hanya menepi ke arah jendela memperhatikan dari jauh, “maaf..sebelumnya..saya harus panggil apa ya..kalo panggil Ibu kayaknya kurang pantas karena masih terlihat muda, kalo panggil mbak sudah berbadan dua..”, umi pun tersenyum “terserah..mbak saja..”, “ya udah..berarti saya panggil mbak saja ya…bagaimana keadaan Mbak..”, “Alhamdulillah…agak baikan”, “tadi..teman saya yang berdiri disana itu..telah menceritakan semua kejadian sewaktu tadi, maaf mbak bukannya saya ingin ikut campur urusan pribadi mbak..jikalau saya berkenan untuk mengetahui..sebenarnya apa yang terjadi sama mbak, siapa tahu saya yang bodoh ini dapat membantu masalah mbak..” umipun menangis, dan menatap langit..langit ruangan itu, dengan mengusap rambut Umi, Fatimah pun berkata “maafkan saya mbak, jika pertanyaan saya membuat mbak bertambah sedih dan menangis….mbak gak usah memaksakan untuk menjawab pertanyaan saya ini…tenangkan saja dulu diri mbak..”, “tidak..tidak..saya tidak akan pernah tenang..jika saya masih ada didunia ini.”, “kenapa mabak berkata seperti itu..”, Umipun kembali menangis, dan berkata “Allah…tidak adil kepada saya, saya memang salah, saya memang pelacur, saya memang terlaknat, tetapi saya telah bertobat, saya habiskan hari-hari dengan menangis, dan memohon ampunan, bersujud, tetapi Allah tak mengampuni saya, Allah mengabaikan saya, Allah tak memperdulikan saya..”, Fatimah pun mengajukan pertanyaan kembali “Apa yang tidak Allah kabulkan terhadap permohonan mbak, sehingga mbak berprasangka buruk Kepada Allah..”, “saya hanya meminta..Allah mendatangkan seorang suami bagi janin yang saya kandung ini, saya tidak ingin anak ini nantinya tidak memiliki seorang Ayah…walaupun hanya sebentar..”, “bagaimana semua ini awalnya terjadi..”, umipun menceritakan semua yang terjadi dengan sedetail-detailnya kepada Fatimah. Setelah Fatimah mendengar semua yang diceritakan oleh Umi, Fatimah pun menangis, dan ternyata di sudut sana Raihan pun menangis, walaupun ia membalikkan tubuhnya kearah luar, agar tangisannya tak diketahui.

Tiba-tiba ditengah kehiningan suasana, dimana Fatimah tak bisa berkata-kata apa lagi, Fatimah hanya mengusap cucuran air mata yang mengalir dari matanya, Umi pun hanya terpaku dalam keheningan sesaat ruangan itu setelah Umi menceritakan semua kejadiannya. Dengan sambil menangis yang tertahan, Raihan berkata “tidak, mbak bukanlah pelacur, mbak bukanlah pendusta, mbak bukanlah pendosa, mbak bukanlah wanita busuk, tapi mbak hanya seorang wanita yang lupa, lupa tujuan hidup didunia ini, lupa dari mana mbak berasal, lupa akan kemana mbak setelah dari dunia ini, mbak adalah salah satu wanita korban keadaan dan lingkungan, karena tidak diperkenalkannya mbak dengan Sang Khalik oleh kedua orang tua mbak, karena lingkungan pergaulan mbak dimana setan senang berkerumun didalamnya, tapi mbak adalah wanita mulia di mata saya, karena mbak adalah salah satu wanita yang berhasil keluar dari lubang kemaksiatan, walaupun badan mbak telah menjadi dua, tapi mbak tidaklah kalah, mbak adalah pemenang, mbak adalah pemenang hidangan hidayah Allah, karena betapa banyaknya manusia yang tidak memperoleh hidayah-Nya, karena hidayah-Nya tak dapat dibeli dan dibayar sekalipun seluruh alam raya ini sebagai pembayarnya, bergembiralah mbak, mbak telah kembali, Allah tersenyum kepada mbak, Yakinlah mbak bahwa jikalau mbak bertobat dengan sungguh-sungguh, Allah akan mengampuni, karena ia telah berjanji, walaupun seluas alam semesta ini dosa-dosa kita, tapi ampunan Allah lebih luas lagi dari alam semesta, Bangkitlah mbak, ini adalah rangkain dari kehendak Allah, karena Allah sedang menguji mbak, Allah ingin mengetahui apakah mbak benar-benar bertobat, benar-benar menyesal…, jangan lah sampai mbak menjadi manusia yang kalah..” dan Umi pun menangis, terisak-isak, ia teringat kembali masa-masa sekolahnya, dan ia menyesal, sakit sekali rasa hatinya, sakit karena betapa banyaknya dosa-dosa yang telah ia lakukan, betapa besarnya dosa zinah yang telah ia lakukan,hati nya menjerit, jiwa nya terguncang, hatinya berkata “Ya..Allah aku bertobat.., bimbinglah aku kembali , kembali menuju jalan-Mu nan lurus”.

****

Umipun tersentak….ketika sebuah tangan datang menghampiri wajahnya, dan mengusap air matanya dan berkata “umi..kenapa umi menangis.dan kenapa umi belum tidur.”, dan ternyata Abi terbangun dari tidurnya, dan sesaat pun hilang kembali masa lalu umi tertimbun oleh sentuhan seorang suami nan begitu penyabar, penyayang, dan sangat lembut hatinya. “umi..teringat masa lalu umi kembali..Abi, bolehkah umi mengecup kening Abi, dan memeluk Abi dengan erat… ”, Abi pun kemudian berkata “Umi…tak ada manusia yang sempurna kecuali Nabi didunia ini, setiap manusia adalah tempatnya salah, setiap manusia pasti pernah berbuat dosa, dan masa lalu yang buruk bukanlah akhir dari hidup ini, masa lalu bukanlah akhir dari perhitungan Allah, pernahkah umi mendengar hadits, seorang pelacur, dengan hanya memberi minum anjing, ternyata ia memperoleh predikat khusnul khotimah, bukankah akhir lebih baik daripada awal, buat abi umi adalah wanita mulia, istri nan sholehah, umi adalah umi hari ini, umi bukanlah umi di masa lalu, dan bukan umi dimasa yang akan datang, melangkahlah terus umi, perjalanan kita masih jauh kedepan, masih banyak bekal yang harus kita siapkan….tinggalkanlah masa lalu…”. Dan umipun kembali memeluk erat Abi. Dan Abi berkata “mari umi…. kita sholat tahajud berjamaah”, selesai sholat tahajjud, Abi mencium kening Umi, dan berkata “mulialah engkau wahai wanita sholehah.., jadilah engkau bidadari surga kelak nanti”.

Umi dan Abi pun melirik ke sudut kamar, tampak terpajang dalam sebuah bingkai nan indah, sebuah lukisan karya bidadari mungil tertuliskan karya :aisyah, dimana terdapat tiga insan manusia dengan senyum bahagia seorang Pria diberi nama Raihan Ayahku dan ditengah tampak menggenggam kedua tangan Ayah dan IBunya ditulis Aku Aisyah binti Raihan dan sisi satunya lagi tampak seorang wanita cantik berkerudung tertulis begitu natural bernama Cantika ibuku.

*****

Malam pun semakin larut dan sunyi, bulan semakin malu untuk melirik, bintang sejenak tersipu memerhatikan sebuah kekuatan cinta, cinta yang ditiupkan Tuhan Sang Maha Cinta. Langit pun tenggelam dalam larutnya kehebatan cinta yang sejati, buah manis dari sebuah taubat nasuha.

~Terima kasih ~

Baca Selengkapnya »»

Dikala Taubat Berbuah Manis (2)

Part II
***
Abi pun tertidur, tetapi ternyata Umi belum memejamkan matanya, tanpa disadari pikirannya mengajak ia untuk terbang kembali mengitari relung kehidupan dimasa lalu nya. Umi teringat kembali masa-masa kecil dan masa sekolahnya. Umi adalah anak dari seorang Ayah yang bekerja sebagai Pegawai Negeri dengan golongan yang cukup tinggi, dan Ibunya adalah seorang ibu yang cantik, berperawakan masih seperti seorang gadis walaupun telah mempunyai tiga anak yang keluar rahimnya. Karena keseharian ibunya adalah mengurusi tubuhnya dengan berbagai latihan senam yang diikutinya. Sedangkan Ayahnya lebih banyak menghabiskan waktu nongkrong dengan teman-temannya di café dengan alasan ada rapat kantor atau pertemuan apalah, yang terkadang terlalu bosan ia mendengarnya. Semasa sekolah umi adalah gadis yang pintar, dan merupakan gadis incaran dan idaman para jejaka muda disekolah itu, karena selain Umi pintar, sewaktu massa SMA, umi juga merupakan gadis tercantik disekolahnya, dengan perawakan semampai, tubuh ramping, rambut lurus nan panjang selalu tergerai, kulit putih nan mulus, dengan garis wajah nan anggun, menggoda setiap laki-laki yang menatapnya. Akhirnya pergelutan jejaka muda di sekolahnya di menangkan oleh seorang jejaka ABG yang tidak terlalu tampan, tetapi ia memiliki ketampanan dari garis keturunan karena ia adalah seorang putera sulung dari seorang pejabat, ditambah dengan kegantengan sebuah mobil sedan, yang sudah di modif abis.
Tak ayal..semua sudut sekolah membicarakan mereka berdua, karena mereka berdua adalah artis-artis sekolah, yang selalu menjadi bahan pembicaran, pergunjingan. Setiap malam minggu pacarnya itu selalu menjemput Umi untuk jalan-jalan dengan mobil yang begitu keren, tampak wajah sombong dari jejaka tersebut karena ia selalu memamerkan pacar barunya itu, didepan teman tongkrongannya yang lain, karena keberhasilannya menaklukkan gadis tercantik disekolahnya itu. Sebelum pulang, tak lupa didalam sebuah mobil sedan, selalu terjadi perbuatan yang tidak seronok dilakukan oleh kedua pasangan itu, pacarnya selalu mencumbui umi,didalam mobil sedan itu. Itulah budaya anak muda sekarang, dimana terjadi kemunduran akhlak, dan imoralitas seiring dengan perkembangan jaman yang dikatakan jaman nan maju dan modern. Dimana sedikit sekali rasa malu yang tertanam dalam diri masing-masing muda-mudi jaman sekarang. Seharusnya menjadi perhatian penuh bagi orang tua, pemerintah, karena dengan semakin pesatnya pembangunan, seperti mall, supermarket, café, ternyata memiliki dampak yang negatif terhadap perkembangan muda-mudi. Kebebasan berlebihan yang diberikan orang tua, karena dengan argument mengikuti jaman, alih-alih sebenarnya mereka sedang menjerumuskan anak mereka kedalam jurang kemunduran.

***

Peristiwa buruk itu, yang akan selalu menjadi mimpi buruk Umi, adalah ketika nilai kelulusan setelah melakukan UAN, telah muncul kesebuah permukaan madding, Koran, internet, bahwa Ia dan pacarnya beserta dengan teman-temannya, saling sorak sorai merayakan kelulusan dari Sekolah. Corat-coret baju pun menjadi budaya yang mau tidak mau harus diikuti karena itulah yang selalu dilakukan oleh pendahulu-pendahulu mereka. Jalan-jalan dengan baju penuh coret, dengan penuh bangga mereka berjalan, mengabarkan kepada dunia Bahwa “AKU LULUS”.
Untuk menindak lanjuti perayaan kelulusan ini, ada usul dari seorang teman, bagaimana perayaan ini dilanjutkan, dengan pergi kedaerah pantai dan menyewa villa, dan berpesta pora merayakan kelulusan hari ini. Semua jejaka dan gadis pun berteriak dengan lantang “setuju”, tetapi Umi terdiam, apakah ia diijinkan oleh ibunya untuk pergi, bersama teman-temanya dan pacarnya ke daerah pantai untuk merayakan pesta kelulusan ini. Setelah melakukan Tanya jawab dengan kedua orang tuanya, dengan mantap kedua orang tuanya berkata “terserah kamu aja…”, sebelum keberangkatan, tak ada pesan khusus yang dilontarkan dari kedua mulut ayah dan ibunya, mereka Cuma berkata, jangan lupa bawa oleh-oleh ya…” woooww…..begini kah model orang tua dijaman ini, yang begitu mudahnya melepas sebuah mahkota nan belum tersentuh, itu pergi dengan seorang laki-laki yang bukan muhrimnya.
Dengan melambaikan tangan, tanda perpisahan Umi dengan kedua orang tuanya, mereka pun berangkat dengan beberapa rombongan teman yang lain, yang masing-masing membawa kendaraannya sendiri, dengan membawa pasangan masing-masing. Tampak begitu senang, riang, sumringah, wajah setiap jejaka dan gadis yang berangkat pada hari itu, menuju sebuah tempat yang entah apa jadinya nanti. Akhirnya mereka pun telah sampai ke tempat tujuan, tanpa kompromi terlebih dahulu, mereka pun langsung menghamburkan diri, berlari menuju pantai yang telah melambai mengajak mereka untuk mendekat, dengan saling dorong satu sama lain, saling siram. Mereka tertawa sampai, senja pun malu terhadap mereka dan menampakkan dirinya dalam keadaan merona merah.

***

Gelap pun mulai datang merundung sunyi pantai, meninggalkan sore, burung-burung pantai tampak hilir mudik mengitari langit senja itu, pohon kelapa melambai-lambai diterpa angin malam nan mulai terasa. Mereka pun berhenti dari keriangan sore itu, dan berjalan dengan tubuh basah kuyup, menghampiri sebuah villa yang telah dipesan beberapa hari sebelumnya, dengan kedinginan umi dan beberapa teman lainnya, langsung menuju ruangan tengah, dan bergerombol saling dorong kembali diruangan itu, dan tertawa terbahak-bahak. Setelah tubuh kembali hangat dengan beberapa siraman air hangat, semua jejaka dan gadis pun telah selesai berganti kostum pada hari itu, dengan para gadis berkostum seronok, dengan celana yang sangat ketat dan pendek sekali, dan baju tengtop, para jejaka pun telah berganti kostum, padahal udara dingin yang mencengkam, tetapi karena alasan ingin dibilang gaul n seksi, mereka beranikan melawan udara yang tak begitu bersahabat.

***

Mereka menuju kehalaman luar dan duduk beramai-ramai menghadap pantai, setiap gadis menyenderkan dirinya ke sebuah pundak jejaka yang mereka katakan sebagai do’I, yang entah mereka sadar atau tidak, bahwa ada zat yang Maha Melihat apa yang mereka kerjakan, ada malaikat yang mencatat apa yang mereka lakukan saat itu, seorang jejaka pun berlari dari dalam villa, dan berteriak “woiiii..gua bawa petasan neh”, dengan berlari cukup kencang dengan satu dus berisi petasan yang di genggam oleh kedua tangannya, mereka pun asyik dan meloncat-loncat setiap petasan yang menyuarakan letupan dasyat diangkasa.
Ditengah kerumunan keramain malam itu, kekasih umi sang jejaka muda anak dari seorang pejabat ternama, menggenggam tangan umi kala itu, dan berbisik dengan begitu halus, ketelinga umi “yank….kedalem…yuk…diluar dingin, biarin temen-temen yang lain diluar..”, tanpa sedikit pun pemberontakan, sang gadis yaitu umi semasa SMA, dengan rela hati meng-iyakan ajakan seorang jejaka muda pacarnya itu, ketika sesampainya didalam, setan telah merasuki kedua pasangan muda-mudi ini, dengan sangat halus setan meniupkan dan menembakkan panah-panah cupid penuh nafsu bergelora kepada dua insan manusia ini, berawal dari genggaman tangan, kemudian jejaka muda ini mulai mencumbui gadis yang begitu mudahnya memberikan segala perhiasan kepada jejaka bajingan itu, akhirnya dimalam nan sunyi, dibalik teriakan teman-teman yang berada di luar. Mahkota seorang gadis terenggut malam itu, seorang gadis yang harta teragungnya malam itu dengan mudahnya ia serahkan kepada seorang jejaka bajingan, dengan rayuan gombal ulah setan laknatullah. Setelah perbuatan keji itu dkerjakan, sang gadis menangis, sambil menangis ia berkata “yank…kita kan udah “ “, kalo aku hamil…kamu harus tanggung jawab”, suara parau dari seorang gadis yang telah ternodai malam itu, “ya…enggak la yank…kita kan baru sekali melakukannya..masa langsung hamil”, “tapi kalo memang benar hamil nantinya, kamu harus tanggung jawab…”, “iya..aku janji..aku akan bertanggung jawab..aku kan sayang kamu,”, “aku juga sayang sama kamu yank….makanya aku mau menyerahkan semua untukmu..”. Itulah sebuah kebodohan yang sangat teramat sangat, itu bukanlah cinta, itu bukanlah sayang, itu hanyalah sebuah nafsu busuk, dengan dalih cinta, dengan dalih sayang rela memberikan apapun, rela melakukan apapun, tanpa jalinan ikatan nan suci melalui pernikahan yang sakral.
Cinta memang terkadang menjebak, tapi sebenarnya bukan cinta yang menjebak, tetapi kita sebagai pelaku cinta lah yang menjebak cinta, kita memperdayai cinta yang tidak bisa berkata apa-apa ketika kita membohonginya, ketika kita mengatakan tentang nya kepada pasangan kita, hanya demi sebuah tujuan busuk dari seorang pecundang cinta. Cinta tak harus diucapkan, cinta tak pernah ingin berlaku kotor, cinta tak akan melakukan sesuatu sebelum cinta itu syah di mata Tuhan, dan Tuhan ridho dengan cinta yang timbul diantara kedua insan yang dimadu cinta.

***

Namun, inilah sebuah pembuktian, ketika rahim Umi telah terisi oleh kebusukan seorang jejaka muda, ketika sebuah tamparan, pukulan, hinaan, cacian, terlayang kepada dirinya dari kedua orang tuanya. “dasar…anak setan….dasar perempuan lacur….kenapa kau tega berbuat begini kepada ayah dan ibumu..”, dengan tangis yang terguyur ke seluruh permukaan wajahnya, umi mengatakan “iya…aku memang anak setan…aku memang pelacur….tapi kemana Ibu dan Ayah selama ini, pernahkah ibu melarang ku untuk berpacaran, pernahkah Ibu mengajari ku sebagai wanita mulia,ibu hanya sibuk mengurusi tubuh, dan pernahkah ayah membimbingku, ayah hanya sibuk dengan teman-teman wanita ayah…” , “prat….” Sebuah tamparan pun kembali melayang dari tangan dingin seorang Ayah. Umi pun berlari ke dalam kamar dan mengunci rapat-rapat pintu kamar, dan kembali menangis sejadi-jadinya. Diluar Ayah dan Ibu umi hanya terdiam, meratapi nasib anaknya, sesaat mereka tersadar bahwa mereka lah yang bertanggung jawab atas kejadian ini, mereka pun menangis berlinangan air mata, sebuah penyesalan yang sangat karena merekalah yang menjerumuskan puterinya kedalam lubang kemaksiatan.
Mereka pun mengetuk pintu, puterinya yang masih menangis itu, dan Ayah berkata diluar sambil mengetuk pintu kamar umi, “nak..buka pintunya…Ayah dan Ibu ingin bilang sesuatu..”, mendengar suara nan begitu halus dan tulus, seperti tidak biasa, Umi pun membukakan pintu kamarnya dan kembali menutup tubuh dengan bantal, dan dengan terisak-isak menahan tangisan yang terus melanda dirinya itu, Ayah umi pun kemudian mengusap-usap rambut umi saat itu, dan berkata “maafkan…Ayah..nak, mungkin selama ini Ayah tidak mempedulikanmu, Ayah selama ini telah lalai sebagai orang tua, Ayah jarang mengajak dirimu berkomunikasi, dan Maafkan juga ibumu, kami telah lalai nak….kami telah lupa, kami telah gelap mata nak, kami tak pernah mengenalkan mu Agama karena kami sendiri pun jauh dari Agama dan Tuhan….”, Umi pun bertambah keras menangis, matanya tampak begitu bengkak, hatinya hancur, karena dirinya sudah tidak lagi perawan, dan sekarang ada janin yang menempel dirahimmnya…..”naak..apakah kau tidak ingin memaafkan kami….kami memang tidak pantas jadi orang tuamu, kami memang pantas untuk tidak di maafkan…” Ayah dan Ibu Umi pun menangis dengan sejuta rasa sesal dihati …”tidak…..ayah dan Ibu tidak salah, semua ini tidak akan terjadi jikalau Cantika (nama Umi) menolak ajakan lelaki bejat, malam itu..” tak sempat meneruskan cerita, Umi kembali terisak-isak dalam tangis yang begitu luluh dan haru. “nak..apakah jhon(nama kekasih umi ketika masa sekolah) yang melakukan ini semua…”, Umi pun hanya mengangguk. “sial..”sebuah pukulan keras pun dilayangkan Ayah umi,ke dinding kamar umi. “ayah…akan minta ia mempertanggungjawabkan perbuatannya ini….”. Umi pun hanya mengangguk saja.
Tetapi ternyata, satu kenyataan lagi yang harus diterima umi dan keluarga, ternyata pemuda tersebut tidak mengakui perbuatannya dan tidak akan pernah mau bertanggung jawab, dan jejaka tersebut pun telah dikirim oleh kedua orang tuanya, keluar kota karena akan berkuliah disana. Dengan segala kerundungan, ayah….berjalan dengan lusuh….karena tidak adanya bukti, kata kedua orang tua si jejaka brengsek itu, ternyata kedua orang tua pemuda tadi pun berkelip, karena sebenarnya mereka mengetahui perbuatan busuk anaknya itu, sehingga mereka mengirim anaknya keluar kota, begitulah orang Kaya, mereka dapat melakukan apa saja dengan mudah didunia ini, tapi mereka tidak akan pernah bisa lepas dari pengadilan yang sesungguhnya nanti. Dengan segala daya dan upaya yang dilakukan oleh orang tua Umi, tapi tak membuahkan hasil sedikitpun, mereka tetap tidak akan pernah bertanggung jawab.

***

“Menangis…”itulah keseharian umi, setelah dirinya berbadan dua buah hasil hubungan haram dan terlaknat, “penyesalan yang semakin hari semakin melekat dan tak berhenti untuk ingin berlepas dari dirinya. Tapi ada sedikit hikmah dibalik itu semua, Ayah dan Ibu umi, mulai menjalankan perintah agama, dimana mereka telah mulai melakukan sembahyang, mengaji, berdoa kepada Allah, agar memberikan jalan keluar dari semua permasalahan yang dihadapi anaknya. Ayah sudah mulai meninggalkan segala perbuatan sia-sia yang dilakukannya selama ini, Ibu telah mulai menutup aurat, dan meninggalkan segala bentuk senam, Karena Ibu tak sedikitpun lagi memperdulikan lekuk-lekuk tubuhnya. Baginya sholat sudah cukup untuk relaksasi tubuh. Umi pun berfikir “apakah ini hikmah dari semua bencana dan cobaan yang menghampiri keluargaku,” “tapi tidak…!” suara hati negatif umipun berkata “kenapa sampai hari ini, aku tak kunjung mendapatkan seorang pendamping, padahal setiap hari, Ayah dan Ibu ku bersembahyang, berdoa, Tapi Tuhan tak kunjung mengabulkannya”. “oh…Tuhan apakah belum puas kau mengujiku”., akhirnya Umi pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, ia sudah putus asa, ia tak percaya lagi kepada Tuhan, percuma semua ibadah yang ia lakukan setelah bertobat, percuma setiap untaian doa yang keluar dari mulutnya, Allah tak pernah mendengarkan, Allah tak berniat mengabulkan doanya, segala prasangka burukpun terlahir begitu saja tanpa ia sadari, ia menyalahkan Allah, ia menganggap Allah tidak Adil padanya, padahal ia sudah meminta ampun, bersimpuh dengan sejuta tangis di hadapan-Nya, lebih baik ia akhiri hidup nya, agar semua beban dapat terlepas dari dirinya dan dari kedua orang tuanya.

bersambung...

Baca Selengkapnya »»

Dikala Taubat Berbuah Manis (1)

(Riosyam, Cerpen)

Part I

Umiiii…”, teriak seorang gadis mungil kepada ibunya yang sedang berada didapur, sedang memasak makanan, yang akan disajikan malam nanti setelah selesai ibadah sholat maghrib, untuk suami tercinta yang sehari penuh lelah bekerja sebagai Programmer disalah satu perusahaan yang bergerak dibidang Teknologi Informasi. “ada apa sayang….” Balas ibunya, “umiii….Abi udah pulang dali kantor”, ”Iya sayang….sana bantuin Abi bawa tasnya, Umi belum beres masak”, “iya umi….aisyah mau bantuin bawa tas Abi kedalam”. Aisyah pun berlari dengan girang dan riang, dari dalam rumah menuju teras rumah, dan menghamburkan diri kedalam pelukkan Ayahnya, Ayahnya pun dengan cekatan meraih tubuh Aisyah, dua kecupan sayang pun dilayangkan oleh Aisyah ke pipi kiri dan kanan Ayahnya, kemudian berkata “Abi, Aisyah kangeen, Abi kok lama banget sih, keljanya”, kemudian Abi mengangkat tubuh Aisyah dengan kedua tangannya, dan sedikit melakukan manuver dengan memutar Aisyah. Lalu menurunkannya kembali dan kemudian sambil menjongkok Abi mengecup kening Aisyah yang berada tepat dihadapannya “Abi….juga kangen..sayang, hari ini Abi banyak kerjaan…jadi agak telat deh pulangnya..”, sini aisyah bawain tas Abi, Abi kan capek ya..Tapi aisyahnya gendong yah...”. Ibu pun telah menyelesaikan pekerjaannya didapur, dan dengan tangan keibuannya ia pun menyajikan makanan ke sebuah meja, dan menata dengan begitu rapih dan jadilah ruangan yang sederhana itu tampak bagai sebuah restoran yang dilengkapi dengan hidangan pembuka, dan ditambahi dengan buah manis pencuci mulut.

***

Assalamu’alaikum” ucap Abi sambil menggendong Aisyah ketika memasuki rumah, memberikan salam kepada isterinya nan cantik jelita dengan mata bulat, garis wajah yang indah, hidung nan mungil dan bangir, dengan mengenakkan kerudung berwarna hijau, nan tergerai menutupi sebagian tubuhnya itu. Dengan senyum yang begitu halus, melunturkan segala noda kelelahan, mengeringkan segala lembabnya hari dikala kepenatan menghadang. Umi pun langsung menghampiri Abi, yang tampak menggendong seorang bidadari mungil yang rindu dengan cahaya yang terpancar dari seorang Ayah nan penyayang, dan dengan tanpa sebuah permintaan, umi pun menjulurkan tangannya dan menggenggam tangan suaminya dan mencium dan mengucapkan “wa’alaikumsalam, Abi”. Kemudian tampak begitu damainya hati sang suami melihat penyambutan yang begitu sederhana tapi begitu tulus, melunturkan segala kepenatan diri. Seutas kecupan sayang pun menempel di kening umi nan begitu halus. Dengan suara nan begitu halus Umi berkata “Aisyah….turun yah…Abi kan capek…baru pulang kerja…”, sambil merangkul leher ayahnya Aisyah berkata “gak mau…Aisyah kan masih kangen sama Abi…umi cirik yah….”, umi hanya tersenyum mendengar perkataan aisyah. “Eh…Abi kan pengen mandi dulu, biar seger nanti abis Abi mandi, aisyah bisa gendong lagi, bentar lagi kan maghrib…iya sayang..” rayuan umi akhirnya berhasil juga, menurunkan aisyah dari gendongan Abi “iya…deh….biar abi wangi….abis Abi bau…”, semua tertawa mendengar tingkah pola dan perkataan bidadari mungil itu. Dengan sambil tersenyum Abi berkata “yang beneeer…tapi bau-bau juga….aisyah sayang kan sama Abi…”. Tanpa menjawab, sambil tersenyum, sebuah senyum seorang gadis mungil yang tampak begitu tulus tanpa terkontaminasi oleh kemunafikan sedikit pun, aisyah hanya mengangguk.

Abi,..! umi siapin airnya dulu…”, “Iya..abi mau ngobrol dulu nih…sama tuan puteri..nan cantik ini”, umi pun beranjak pergi meninggalkan suami dan puterinya, menuju dapur untuk memanaskan air, seorang isteri yang benar-benar telaten, ia mengerjakan sesuatu tanpa harus didahului sebuah perintah, karena ia yakin bahwa kemulian seorang wanita, adalah dengan berbakti dan mengurus dengan baik rumah tangga, suami, dan anaknya. Sehingga mengurus rumah, mendidik anak, melayani suami, terasa sebagai nikmat dan anugerah Tuhan yang tak terkira baginya. Duduk sambil mengobrol dengan seorang gadis mungil nan ingin tahu segala sesuatu itu, diruang tamu adalah rutinitas Abi setelah pulang kerja sambil menunggu Umi menyiapkan segala sesuatu untuk Abi mandi menjelang sholat maghrib. “Abi..” kata aisyah,”iya sayang, ada apa lagi hari ini…?” jawab abi, “tadi..waktu aisyah main sama temen-temen di depan rumah…telus adzan zuhur bunyi..aisyah bilang aisyah masuk dulu yah, mau sholat zuhur dulu sama umi..trus temen aisyah bilang..kenapa harus sholat?, Trus..aisyah bilang bial gak dosa, kan kalo ninggalin sholat itu kan dosa. Tapi.. (teman aisyah berbicaraa)..kenapa ayah dan ibu puput suka sholat tapi sering pukul puput, bukannya pukul itu juga dosa..makanya puput gak mau sholat, tapi Aisyah gak tahu jawab apa…, trus aisyah masuk aja terus kedalam rumah.” dengan wajah penuh harap, Aisyah menunggu jawaban dari Abi, dengan memandangkan sejenak wajahnya ke Atas, Abi mencoba berfikir sejenak, kira-kira jawaban apa yang mudah dimengerti oleh puterinya ini “sini…sayang…”, Abi menaikkan aisyah ke pangkuannya dan kemudian berkata “sayang…setiap umat muslim, seperti umi, Abi, aisyah, puput, ayah puput, ibu puput, itu wajib mengerjakan sholat, kalau sudah baligh”, belum selesai Abi menjawab pertanyaannya, Aisyah kembali bertanya “balik itu apa Abi”, Abi tampak kebingungan lagi memikirkan jawaban yang tepat “baligh sayang, bukan balik, misalnya begini…aisyah sekarang udah sekolah belum?”, “belum” jawab aisyah, “kenapa aisyah belum sekolah?” Abi kembali bertanya. “kata umi….kan aisyah umurnya belum 6 tahun, jadi belum boleh sekolah..”, “iya benar sayang..aisyah kan baru 5 tahun, jadi aisyah belum boleh sekolah, tapi aisyah boleh masuk TK dulu sebelum sekolah, nah jadi baligh juga seperti itu, jadi kalo aisyah belum baligh, aisyah boleh tidak mengerjakan sholat”, “tapi kok aisyah…disuruh sholat sama umi dan abi” Aisyah kembali bertanya, Abi menjawab kembali “abi dan umi, suruh sholat aisyah, supaya aisyah belajar sholat dulu, nanti pas aisyah sudah baligh, aisyah gak boleh ninggalin sholat, aisyah sudah lancar sholatnya…”, “ohhh…tapi emang kalo aisyah baligh…aisyahnya seperti apa, Abi..”.

Umi yang semenjak didapur tadi, mendengarkan percakapaan kedua pohon cintanya itu, beranjak menghampiri, dan berkata “sayang…nanti umi yang kasih tahu…kalo aisyah sudah baligh apa belum..”, “asyiiikk….benar ya Umi…masih lama gak ya..aisyah baligh…”, “nanti kalo sudah waktunya…aisyah juga tahu sendiri..”. “sudah-sudah ngobrolnya..Abi mau mandi dulu tuh, Abi airnya sudah umi siapkan di kamar mandi, Abi langsung ke kamar mandi saja, handuknya Umi gantung di dinding belakang”. Sambil tersenyum dan berdiri tegak Abi berkata “ok…Mami ku tercinta..”, Aisyah pun ikut berkata “Ahhh…Abi centil”.

***

Senja pun tampak mulai merona, dengan tersipu malu menimbulkan rona merah di sebagian bumi, matahari perlahan pergi meninggalkan, mengganti suasana baru dihati, suasana keteduhan, kerileksan diri, setelah sehari penuh di terpa teriknya matahari yang menyengat tubuh. Burung-burung tampak berlari dengan sayap-sayapnya dan bergerombol mengitari langit nan tampak redup. Pohon-pohon tampak sunyi, setelah sehari penuh burung-burung hinggap menari-nari dan bersiul dengan elok, menghibur setiap jiwa yang rindu akan kedamaian.

Suara adzan maghrib pun berkumandang, Abi telah bersiap-siap dengan setelan rapih, dengan baju koko warna putih dan sarung berwarna merah, dan kopiah putih. Ternyata aisyah dan umi telah menunggu di sebuah ruangan mungil, yang sengaja dirancang sebagai mushola mini dirumah mereka., lengkap dengan mukena yang berwarna putih yang melekat di kedua tubuh bidadari rumah itu. Abi pun melakukan iqamat, tanda sholat maghrib akan segera didirikan, dengan suara nan merdu dan indah, Abi melantunkan setiap kalamullah nan begitu Agung dan indah, sesekali Abi terdengar menangis, ketika melafadzkan ayat-ayat Al-Qur’an.

“Assalamu’alaikum........” Abi menoleh kekanan, kemudian diikuti oleh Umi dan Aisyah.., “Assalamu’alaikum…….” Abi menoleh kan muka kekiri, Umi dan Aisyah pun mengikuti gerakan Abi tersebut. Lalu abi mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa kepada Tuhan :

“Ya Allah..yang meniupkan cinta dan kasih di hati kami, yang menerangi setiap hati nan suci, Ya Allah jadikanlah keluarga kami keluarga nan damai, keluarga nan bahagia, keluarga nan terhindar dari bara api neraka, keluarga nan rindu berjumpa dengan-Mu…………….”

Umi dan Aisyah pun, mengucapkan Amin, setiap kali Ayah berdoa.

Dengan berlari kecil, dari arah belakang, aisyah menghampiri Abi dan duduk dipangkuan Abi lalu mencium tangan Abi, dan berkata “Abi..kenapa kok laki-laki yang jadi imam, kok perempuan gak boleh jadi Imam…”, Sebelum sempat Abi menjawab, umi datang menghampiri mereka berdua dan mecium tangan Abi, dan berkata “kok…umi jarang di Tanya yah..sama sang puteri ini..emangnya umi gak bisa jawab gituh…”, “begini sayang…laki-laki itu kan pemimpin dalam keluarga..jadi laki-laki lah yang menjadi Imam dalam sholat, tetapi wanita pun boleh menjadi imam, tetapi dengan syarat tidak boleh ada makmum laki-lakinya…” berarti, dengan tersenyum, aisyah berkata “nanti..umi saja yang jadi imamnya..trus Abi sholat aja sendirian…” Abi dan umi pun tersenyum, “Boleh..tapi sholat sendirian itu pahalanya lebih sedikit daripada sholat berjamaah…Allah lebih mencintai 2 orang berjamaah dari pada 10 orang, tapi sholat sendiri-diri, aisyah mau gak dicintai sama Allah”. “mau—mau-“, dengan suara nan lugu aisyah menjawab.

ayo..ayo kita makan dulu yuk….” Suara umi mengajak suami dan puterinya. “wahh..hari ini Umi masak, makanan kesukaan Abi yah…wah ada dendeng sama sambolado tanak”, sebuah penghargaan pun di berikan Abi dengan tulus kepada Umi “Umi…memang istri paling baik, paling tau kesukaan Abi” kemudian Abi mencium kening Umi, sebuah kebiasaan Abi dalam memberikan perhargaan selalu mencium kening Umi nan begitu putih dan mulus, “idih…abi ini genit sama umi yah” celoteh aisyah, disela-sela kemesraan kedua pasang cinta itu. Umi pun berkata “kebahagian bagi umi adalah bisa membahagiakan Abi dan Aisyah..”.

***

Malampun semakin larut, matahari sudah tak tampak lagi, bulan pun datang menggantikan matahari yang telah pergi menyinari bagian bumi nan lain, burung-burung sudah tak bersuara lagi, serangkai suara-suara malam pun saling sahut-menyahut, memekakkan suasana dalam kesunyian malam. Udara dingin dengan perlahan menyentuh tubuh nan lelah ini. Aisyah pun telah tertidur dengan pulas, sebuah wajah polos tampak terlukis indah, tanpa sebuah rekayasa, itulah anak-anak, mereka selalu menampilkan wajah-wajah kesungguhan, tak pernah bersembunyi dibalik topeng kemunafikkan. Umi dan Abi pun, melangkah meninggalkan aisyah yang telah dibiasakan untuk berani tidur sendiri, sebuah pendewasaan sejak dini. Umi pun mengambilkan untuk Abi sebuah piyama, dan membuka baju koko Abi dengan penuh cinta dan keikhlasan, dan memasangkan piyama tersebut ke tubuh Abi, Abi pun mengecup kening Umi kembali “Maha suci Allah..yang telah menganugerahkan seorang istri nan begitu mulia”, “Maha suci Allah yang telah menganugerahkan seorang suami nan begitu penyayang”, Keduanya pun berbaring dan umi berkata “Abi….umi merasa beruntung sekali mendapatkan seorang suami seperti Abi, umi jadi teringat kembali akan masa lalu………”, belum sempat umi meneruskan ceritanya, Abi menyentuhkan tangannya kebibir umi, “ssstt…umi…masa lalu adalah sebuah rangkaian dari perjalanan hidup kita, masa lalu adalah masa dimana beberapa kejadian nan sudah terlewat, yang tak bisa kita perbaiki, kita kembalikan, atau kita mundur ke belakang untuk mengalami hal tersebut kembali, umi..bukanlah umi di masa lalu, umi bukanlah umi nanti di masa yang akan datang, tapi buat Abi, umi adalah umi yang hari ini, umi yang sebagai seorang wanita mulia, istri nan sholehah, ibu nan penyayang, penyabar, Abi memilih dan mencintai umi bukan karena masa lalu atau masa depan yang belum pasti datang, Abi mencintai dan memilih umi karena Allah yang berkehendak…” umi pun menangis haru, mendengarkan perkataan suaminya dan mengecup kening suaminya nan terdapat titik hitam, sebuah tanda sujud kepada Allah. “umi sayang Abi, ya sudah…Abi bobo yah..besok kan hari libur, pagi-pagi sekali kita pergi kerumah ayah dan ibu, mereka mungkin sudah rindu sama aisyah”.


bersambung.....

Baca Selengkapnya »»

Wednesday, July 30, 2008

Maafkan Aku Ibu

(Riosyam, cerpen)

Setiap sepertiga malam jauh sebelum adzan subuh berkumandang, ibunya telah terbangun dari tidurnya, sebuah rutinitas yang selalu ia jalani dengan tulus dan ikhlas. Tak lupa berdoa ketika jiwa ini kembali kepada jasad, Kemudian ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk berwudhu. Setelah berwudhu ia selalu menyentuh wajah anaknya yang tertidur pulas dengan sapuan bekas air wudhunya tadi dengan seuntai doa lirih yang terucap di hati “semoga kau kelak menjadi anak yang sholeh, wahai anakku”, Kemudian ia melangkah ke sebuah ruangan kosong yang hanya berhiaskan lafadz-lafadz Kalamullah di beberapa sudut ruangan itu dan tergeletak beberapa sajadah, mukena dan Al-Qur’an, sebuah ruangan mungil yang khusus dirancang oleh almarhum suaminya yang telah pergi meninggalkannya 12 tahun yang lalu ketika putra semata wayangnya bernama Ramsyah berumur 5 tahun, ruangan yang selalu mengingatkannya kepada almarhum suaminya, karena diruangan itulah ia dan suaminya selalu merendahkan diri di hadapan Sang Maha Tinggi, ruangan yang dimana sang suami selalu melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, ruangan yang dimana ia dan suaminya menangis bersama, memohon ampun, bersujud, bersimpuh di hadapan-Nya.

Malam itu setelah menjalankan sholat malam dengan khusyuk, ia kembali teringat kenangan selama hidup dengan suami tercinta, ia teringat bagaimana perjuangan suaminya untuk membahagiakan dirinya, suami yang begitu penyabar, suami yang penyayang, suami yang menjadi pelita bagi dirinya, suami yang menjadi sahabat dalam bercerita, suami yang menjadi teman ketika tertawa dan bercanda, serangkai doapun ia panjatkan untuk suami yang telah menuju ke alam kubur.

“Ya Rabb…Ya Allah, tiada sedikitpun hal yang berlalu dari Mu, tiada sehelai daunpun yang Luput dari perhitungan-Mu, Yang Maha Mengetahui isi hati seluruh manuisa, Engkau lebih mengetahui selama masa hidup suami hamba, Engkau lah yang lebih mengetahui apakah ia manusia yang baik atau yang buruk, apakah ia suami yang bertanggung jawab atau tidak, apakah ia beriman dengan lurus atau tidak, Ya Rabb…..bukanlah hamba ingin menentangmu, bukanlah hamba yang hina ini berani membantahmu, bagi hamba ia adalah suami yang bertanggung jawab, ia berjuang menafkahi hamba dan puteranya dengan jalan yang halal, ia memberikan cinta yang dengan cinta itu hambamu yang kotor ini Ikhlas ketika Engkau memanggilnya, Ikhlas ketika tanah terakhir menutup jasadnya di liang lahat, tak ada sesuatu pun hal buruk yang ditinggalkan, jikalau ada sekalipun, hamba telah memaafkannya, Ampunilah ia , mudahkanlah ia ketika MalaikatMu menanyai nya, terangi lah kuburnya dengan cahaya MU”
Isak tangis yang selalu ia tumpahkan seusai sholat malam, ia yakin…karena waktu sepertiga malam adalah waktu yang dicintai oleh Allah, dan Allah lebih berkenan untuk mengabulkan doa-doa hambanya.

Ia pun teringat kembali kepada Putra sulung dan putra satu-satunya, yang malam itu masih tertidur pulas, ia teringat bagaimana ketika Ramsyah masih berumur 5 tahun telah ditinggal pergi oleh ayahnya, bagaimana perjuangannya membesarkan dan membiayai Ramsyah seorang diri hingga akhirnya kini ia berumur 17 tahun, sekarang Ramsyah telah menuju remaja, ia kini telah bersekolah kelas 3 di STM Jakarta Barat, sebentar lagi ia akan menamatkan sekolahnya, dan Ibunya berencana akan menguliahkan Ramsyah ke bidang Teknik karena hobi anaknya sewaktu kecil adalah mengotak-atik barang apapun, walaupun terkadang barang tersebut malah menjadi rusak. Sewaktu kecil Ramsyah sering menanyakan “Ibu…kenapa teman-teman amsyah yang lain punya Ayah…kok amsyah gak punya ya Bu…emang Ayah kemana Bu….amsyah juga pengen punya Ayah kayak teman-teman, Teman-teman sering cerita, katanya Ayahnya sering ngajak jalan-jalan, maen bola, kuda-kudaan…”, setiap kali ia mendengar perkataan dari anak yang masih polos dan begitu lugu, ia selalu berlinangan air mata, dengan mengusap air mata, ia selalu memikirkan apa jawaban yang cocok untuk anak yang belum mengerti ini, dengan hati tersayat ia selalu berusaha tabah dan sabar, ia hanya menjawab “Nak….Ayah pergi ke tempat yang jauh sekali, dan nanti suatu saat amsyah bisa kok ketemu sama Ayah asal amsyah jadi anak yang baik, anak yang sholeh, nanti amsyah bisa maen sama Ayah, maen bola, maen kuda-kudaan, pokoknya amsyah bisa jalan-jalan sama Ayah….”, Ramsyah pun menjawab “asyik…benar ya bu…amsyah janji amsyah akan jadi anak yang choleh bu….”.
Ia selalu mendoakan anaknya agar ia menjadi anak yang sholeh, anak yang berbakti, anak yang selalu mendoakan Ayahnya.

“Ya Allah..yang meniupkan ruh kedalam jasad, yang mengarunia buah hati kepada hamba, ampunilah hambamu, jikalau hamba tidak dapat mengurus titipan mu kepada hamba dengan baik, ampunilah hamba jikalau sedikit sekali hamba mengenalkannya dengan Diri-Mu ya Allah, Ya Allah ampunilah segala dosa yang diperbuat anakku, karuniakanlah rahmat, hidayah, kepadanya sehingga ia menjadi hambamu yang sholeh, hambamu yang memegang teguh tali AgamaMu.”

Tetapi ternyata Allah mengujinya , Ramsyah remaja tak seperti Ramsyah sewaktu kecil, dimana sekarang Ramsyah tumbuh menjadi pemuda yang nakal, sehari-hari yang ia lakukan di sekolah adalah selalu berkelahi dengan teman-teman sekolahnya, setiap kali ia pulang kerumah, dengan baju sobek dan muka penuh luka, dan selalu keesokan harinya Ibunya selalu dipanggil menghadap Wali kelas.
Sebagai seorang ibu, ia merasa terpanggil untuk menasehati, karena ia tak mau anaknya menjadi anak yang nakal, Ibunya selalu menasehatinya dengan penuh kesabaran, “Nak….ada apa toh nak…kok amsyah sekarang sering berkelahi dengan teman-teman amsyah….emang amsyah ada masalah….. cerita sama ibu ..siapa tahu ibu bisa bantu amsyah…bukannya amsyah selalu cerita kalo ada apa-apa sama ibu…kok sekarang amsyah ngomong aja jarang sama ibu….”, Dengan muka penuh murka dan raut wajah yang geram, Ramsyah hanya menjawab “sudahlah bu…amsyah capek…ibu gak usah sok tahu lah..pusing gua denger ibu ngomong mulu…..udah sakit-sakitan…dicermahin pula…, Ibu maunya apa sih…mau..! amsyah mati aja ….”. Ibu menjawab “maksud ibu bukan begitu amsyah….ibu tuh…gak mau anak ibu jadi anak yang nakal, karena ibu yakin anak ibu itu,,,orang yang baik…”, “Ah……bosan gua…..udahlah bu…jangan ganggu amsyah lagi, ibu urus aja pekerjaan ibu di dapur,….mau dibilang anak nakal, brandal….emangnye Gue Pikirin, terserah.!! .amsyah..ya…amsyah…, sudahlah amsyah mau ganti baju dulu….”, begitulah setiap kali Ibu menasehati nya Ramsyah selalu menjawab dengan rasa penuh tidak hormat kepada orang tua.
Saat ini setiap apa yang dilakukan oleh Ibunya Ramsyah selalu menggerutu, celotehan yang sinis selalu ia lontarkan kepada ibunya, setiap disuruh sholat “nak….bangun dah adzan subuh tuh…yuk bangun…berjamaah sama Ibu, kamu jadi imamnya”, dengan mata masih sengaja dipejamkan, Ramsyah menjawab dengan kasar “sudahlah bu….sholat aja sendiri..ngak usah ngajak-ngajak amsyah masuk surga….biarin amsyah mah neraka aja bu…biar Ibu puas gak pernah gangguin amsyah lagi” , Ya Allah nak “istighfar”, Ramsyah pun kembali tertidur dengan tidak ada sedikitpun perasaan bersalah kepada seorang Ibu yang begitu tulus menyayanginya, yang begitu tulus membimbing, mendidik, tetapi apa daya harapan Ibu tak sebanding dengan apa yang diberikan oleh Ramsyah. Dengan linangan air mata ia berdoa dalam setiap sujud nya “Ya…Allah ampunilah anakku….”.

Tetapi semakin hari, kelakuan Ramsyah semakin tak karuan, ia habiskan hari-hari dengan nongkrong bersama teman-teman satu genk nya, merokok, ngobrol, tertawa. Sudah lama ia tidak pernah bercanda dengan ibunya, kini Ibu nya bagai musuh dalam kandangnya sendiri. Setiap melihat ibunya ia begitu benci, ia begitu sinis, terkadang ia sengaja melakukan perbuatan yang tak senonoh dihadapan Ibunya, seperti sengaja merokok di hadapan ibunya, kebut-kebutan dengan teman-temannya melewati depan rumah,. Telah begitu banyaknya, sampai tak terhitung tanpa lelah, dengan selalu penuh kesabaran, Ibu selalu menasehatinya, tetapi tak satupun di gubris oleh Ramsyah. Ramsyah semakin asyik berlarut dengan dunia kenakalannya. Berkelahi, merokok, nongkrong, bergadang, kebut-kebutan, itulah kehidupan sehari-hari Ramsyah dalam masa remajanya. Ia telah terjerumus dalam lubang dimana banyak sekali anak-anak pada jaman ini terjerumus kedalam lubang yang sama seperti yang dialami oleh Ramsyah. Tanpa Lelah ibu selalu berdoa, entah berapa banyaknya tangisan yang keluar dari matanya, tapi Ibu tak pernah lelah, Ibu selalu yakin suatu saat anaknya akan menjadi anak yang baik. Ibu teringat akan kisah Nabi……. yang tetap bersabar berdoa untuk mendapatkan seorang Putera dikala umurnya dan umur istri nya yang tidak lagi Produktif, tetapi karena kesabaran, keyakinannya itulah Nabi ….dikarunia seorang putera oleh Allah swt. Ibunya percaya dan yakin dengan hal itu, Ibunya yakin anaknya akan menjadi anak yang sholeh, anak yang baik, anak yang memegang teguh tali agama Allah.

Pagi itu, seperti hari-hari biasanya, ibu selalu memasak untuk sarapan Ramsyah sebelum berangkat kesekolah. Hari itu Ibu memasak masakan kesukaan Ramsyah yaitu dendeng balado dan gulai tempe, seperti biasa pula Ramsyah baru akan terbangun benar-benar ketika waktu masuk sekolah sudah benar-benar dekat, padahal dari subuh Ibunya selalu berusaha untuk membangunkannya, tetapi Ramsyah tak sedikit pun tergerak untuk membuka pejaman matanya. Pagi itu setelah semua pekerjaan rumah selesai, memasak masakan kesukaan Ramsyah pun selesai dan ibu kemudian menghidangkan masakan di meja makan. Hari itu Ibunya berniat akan mengunjungi nenek Ramsyah yang sudah lama tak dikunjungi dengan membawa beberapa oleh-oleh dan masakan dendeng dan gulai tempe. Dengan pakaian yang rapi, dengan mengenakan kerudung warna hijau nan tergerai menutupi sebagian tubuhnya itu, setelah selesai berbenah barang bawaan, Ibu belum mendapati Ramsyah terbangun dari tidurnya, lalu ibu pun menghampiri ke kamar Ramsyah, dimana tertempel foto-foto seorang pria berwajah kusam dengan sebatang rokok di tangannya dengan rambut yang seperti tidak disisir beberapa tahun, kusam, dan kasar, dibawah foster itu tertulis “Rasta Mania”. Ibu bersusah payah membangunkan Ramsyah, akhirnya dengan terpaksa dan muka yang sinis, ia terbangun juga. “nak….ayo..langsung mandi…udah jam tujuh lewat tuh….entar amsyah terlambat….entar abis mandi…jangan lupa sarapan yah itu ada dendeng dan gulai tempe kesukaanmu….Hari ini ibu mau berkunjung kerumah Nenek….”, “iya…iya….bawel banget sih….pergi aja sana…”, cetus Ramsyah kepada Ibunya.

Tapi tak seperti biasanya, hari itu Ibu meninggalkan secarik kertas yang telah ditulisnya, dan diletakkan di meja mekan, supaya sewaktu Ramsyah sarapan, ia membaca tulisan itu. Setelah selesai mandi dengan terburu-buru, ramsyah langsung mengenakan pakaian sekolah yang tadi malam telah disiapkan oleh Ibu dengan aroma yang begitu harum,tidak seperti biasanya. Tak sempat sarapan, karena ramsyah telah terlambat setengah jam, dan Ibu telah pergi juga kerumah nenek. Gerutu dalam hatinya, sambil jalan tergesa-gesa “akhirnya hari ini gua bebas…ibu pergi kerumah nenek…”.
Ternyata selama beberapa hari Ramsyah telah merencanakan bahwa ia dan genk teman-teman sekolah nya akan menyerang STM Negeri 4 yang berada tidak jauh dari sekolahnya tepatnya penyerangan itu akan dilakukan hari ini, disebabkan karena ada salah seorang temannya yang dipalak dan dipukulli oleh anak Genk sekolah itu. Teman-teman yang sudah menunggu nya di persimpangan jalan, dengan membawa berbagai alat, seperti pentongan yang dimasukkan kedalam tas. Ketika ia telah sampai dengan gerombolan teman-temannya, salah seorang temannya berkata “gimana neh…udah siap belum..”,”so pasti siap..haajaaaar..” seru semua teman yang lain. Mereka sebanyak kurang lebih 30 orang, berjalan menuju sekolah yang akan diserang, dan ternyata anak-anak genk Sekolah STM N 4, telah mengetahui rencana penyerangan ini, sehingga mereka pun telah mempersiapkan diri, dengan berbagai persenjataan. Akhirnya ketika sekian lama menunggu, bel istirahat pun berbunyi dan segerombolan siswa, dan anehnya hanya gerombolan laki-laki saja, “sial…mereka sudah pada tahu…”, “ayo serang…”, teriak ketua pemimpin dari kedua kubu genk tersebut, tak ayal dalam waktu singkat berhamburan siswa-siswa yang masih menggunakan serangam itu sehingga terjadi keributan, perkelahian, saling tinju, saling tendang, saling lempar batu, ketika perseteruan semakin sengit, Ramsyah tersontak diam ketika melihat salah seorang siswa dari genk sekolah musuhnya mengeluarkan sebuah pisau yang diselipkan di pinggangnya, pisau itu diangkatnya dengan penuh murka dan hendak ia tusukan ke perut teman dekatnya ramsyah, ketika siswa itu melayangkan pisau tersebut terlihat olehnya seorang Ibu berlari kearah itu dan…………..”sebuah tusukan pun terhunus kedalam perut seorang ibu yang berusaha menghalangi seorang siswa yang akan tertusuk”, seorang ibu tersebut pun terkapar dengan bersimbah darah tak sadarkan diri, temannya itu berteriak…..”IBUUUUU”, dan ternyata wanita tua yang melindunginya tadi adalah ibunya.

Ramsyah pun terdiam, semua siswa lari terbirit-birit, tinggallah di tempat itu hanya ramsyah, sang ibu yang terkapar dan seorang anak yang menangisi ibunya, para guru pun berhamburan keluar mendengarkan teriakan dari siswa tersebut. Ramsyah pun berlari dengan sekencang-kencang nya, setelah dirasa ia sudah cukup jauh berlari, ramsyah terduduk capai dan lelah dibawah sebuah pohon nan rindang, spontan ia teringat akan ibunya, ia teringat bagaimana begitu sayangnya ibunya kepadanya, ia teringat bagaimana ibunya seorang diri membesarkannya, ibu yang selalu berada disampingnya, yang selalu mendidiknya dengan sabar, yang selalu mengajaknya bermain, yang menghiburnya ketika ia sedih, yang selalu mendoakannya, yang sabar dan tabah dengan perilaku buruknya, yang tak pernah mengeluarkan kata sumpah serapah, Tak sadar air mata Ramsyah pun bercucuran dengan deras, seketika pun ia berdiri, ia rindu kepada ibunya, ia ingin saat ini ia ada dalam pelukan ibunya, ia berlari kencang pulang menuju rumah dengan sejuta rasa rindu yang berkecamuk.

Sesampainya didepan rumah, ia tersentak melihat kerumunan orang, dan bendera kuning yang dikibarkan, Ramsyah berusaha melangkah ke depan pintu dengan tubuh tergopoh…sang nenek pun datang memeluk Ramsyah dengan erat,,,,”cucuku….sabar ya, ikhlas ya, Ibu sudah pergi untuk selamanya… “, ternyata sang ibu telah pergi untuk selamanya, kejadiannya ketika sang ibu menyebrang jalan, sebuah truk menabrak ibunya. Bahkan ramsyah pun tak sempat melihat pemakaman ibunya, karena ibu nya langsung dikuburkan karena jasadnya sungguh mengenaskan. Ramsyah pun terjatuh, kaki lunglai tak bertenaga, badannya terasa hancur, ia menangis sejadi-jadinya, ia menyesal dengan penyesalan yang amat terasa sangat, kemudian ia berlari kedalam rumah, ia menuju meja makan, dan di tumpahkannya lah seluruh makanan yang ada di meja makan itu, karena kekesalannya kepada dirinya sendiri. Dan ia melihat secarik kertas yang tertulis “Nak…..hari ini ibu masak, masakan kesukaanmu…dendeng dan gulai tempe, jangan lupa dimakan ya nak, yang baik…..ibu pergi dulu, mungkin ibu pergi cukup lama….jangan lupa kalau ibu gak ada dirumah, jaga rumah baik-baik….jadi anak yang baik ya nak….”

Ramsyah pun berlari kencang, dengan air mata yang terus mengucur, dengan sejuta himpitan penyesalan di hati nya, dengan sejuta rindu, ia menuju kuburan ibunya, dengan bersujud dan menciumi tanah penutup jasad ibunya :
“ ibu….kenapa engkau pergi ketika anakmu menyesal, ketika anakmu berubah, ketika anakmu ini ingin berbakti…Ibu aku rindu dengan senyummu, aku rindu dengan belaianmu, aku rindu dengan kasih sayang mu, aku rindu dengan pelukanmu, aku rindu ibu…aku rindu…ibu…..
Ibu, ikhlaskah kau ketika kau pergi meninggalkan diriku dengan keadaan seperti ini, Ibu maafkan aku…ibu…maafkan aku, ibu apakah kau mendengar perkataan…ku ini, apakah kau memaafkan aku atas semua kesalahan dan kebodohan ku, ibu aku berjanji ibu..aku berjanji ibu…aku akan menjadi anak yang sholeh, aku akan menjadi anak yang berbakti, anak yang baik…tapi kembalilah ibu, bukankah ibu ingin melihat diriku menjadi anak yang baik……
Ibu, selamat jalan……Ibu, AKU SAYANG PADAMU…Ibu, maafkanlah anakmu ini ”

Semoga bermanfaat……

Kritik dan saran : riosyam@yahoo.com

Baca Selengkapnya »»

Perbuatan Yang Menyiksa

(Riosyam)

Apa itu perbuatan yang menyiksa ? mendengar, membaca kata-kata yang saya cetak tebal dan di garis bawahi akan sedikit terngiang di pikiran kita, bagaimana ngerinya tersiksa itu, mungkin sebagian kita ada yang berpikiran perbuatan menyiksa itu seperti memukul atau dipukul, menendang atau ditendang, menampar atau ditampar atau tertampar, mencambuk. atau yang lebih sadis adalah membunuh dengan cara perlahan-lahan. Sebagian lagi mungkin ada yang berpandangan bahwa menyiksa itu adalah suatu perbuatan yang sengaja atau tidak sengaja dilakukan kepada seseorang atau kelompok orang dengan cara melakukan kekerasan ( sama aja kali )...he2…poko’e begitu aja lah.

Apapun arti menyiksa itu semua kembali kepada persepsi anda, karena setiap diri pasti memiliki persepsi yang berbeda dari kapasitas pengetahuan, sudut dalam melihat sesuatu kejadian. Tapi ! pernahkah kita sadar ternyata perbuatan yang menyiksa itu bukan saja karena perbuatan fisik loh….ternyata…ada satu perbuatan yang dapat menyiksa diri kita sendiri dan perbuatan tersebut pun pelakunya adalah ternyata diri kita sendiri. Ayo..ayo perbuatan apa itu….sebenarnya perbuatan ini sering kali kita lakukan tapi jarang sekali kita perhatikan, karena perbuatan ini begitu refleks dan spontan terjadi pada diri kita. Tetapi sebenarnya perbuatan ini bukanlah spontan terjadi, tetapi perbuatan ini terjadi karena ada niatan yang disengaja, entah niatan yang berasal dari kita sendiri, atau niatan yang timbul dari berbagai sebab yang menyebabkan niatan yang sebelumnya lurus berbelok dikendarai oleh syetan terlaknat. Itulah kepintaran dari makhluk yang diusir oleh Tuhan dari surga firdaus karena keangkuhan, kesombongan dan pembangkangan yang dilakukan, syetan begitu pintar, begitu halus, begitu lemah lembut memberikan bisikan-bisikan penyimpangan dengan kudung/bungkus yang menyilaukan. Sehingga banyak insan manusia yang tertipu atau sengaja ingin ditipu oleh syetan bin iblis bin dedemit binti kuntilanak bin pinajiseun…………..laknatullah.

Udah tahu belum perbuatan apa yang saya maksudkan…? Yup…anda benar perbuatan “PAMER”…hi2…pasti ada yang bertanya-tanya yah….kenapa perbuatan pamer itu sampai menyiksa, padahal pamer kan gak punya tangan untuk memukul, gak punya kaki tuk menendang “ ? “ . baik..saya akan melakukan konferensi Pers (emangnye artis), mengapa saya mengatakan bahwa Pamer itu adalah salah satu perbuatan yang pelaku, pencipta dan penderitanya adalah diri kita sendiri serta dalam kadar tertentu dapat berdampak terhadap orang lain adalah perbuatan yang menyiksa. Sekarang mari kita bayangkan kembali, melihat untain kehidupan yang telah kita lalui sebelumnya untuk mengambil hikmah yang tak sempat terpetik atau hari ini yang merupakan kehidupan yang sejatinya adalah milik kita karena besok atau masa yang akan datang belum tentu datang menghampiri kita, sekarang misalkan saya, anda, orang lain, kita, atau siapa saja pada suatu hari (derengdengdeng…), sedang berpakain necis, gaul, fungky, kreeen abiz, modis buanget, meching coy.. terkadang “boleh minjem dari orang lain”, dengan merasa bahwa kita telah berpakaian seperti itu di tambah dengan ada sebagian teman yang mengatakan…wah….baju lo keren banget…pasti beli di distro, spokat (sepatu) lo…gilaaa….mantap men, di tambah dengan pujian aksesoris lainnya yang melekat di sekujur tubuh kita dengan merek-merek berplat luar negeri. Dengan segala inputan yang terlahir dari pikiran kita sendiri dan dari mulut-mulut orang lain, masuk ke dalam telinga kita, menghinggap di dalam relung-relung pikiran kita, diolah sedemikian rupa, sehingga olahan tersebut akan menyentuh titik jiwa ke-pamer-an dalam diri kita.

Tak ayal berjalan menjadi PD bahkan Over PD, merasa menjadi pusat perhatian (kepedean kali ya), berbicara menjadi lancar, senyum bangga mudah untuk terumbar, berbicara dengan orang lain penuh semangat yang berlebih karena merasa PD berdekatan dengan orang lain, terkadang menunggu-nunggu orang lain menyinggung untuk memuji pakaian yang kita kenakkan. Tapi sampai batas tersebut mungkin kita masih nyaman walaupun sebenarnya tidak nyaman karena PD kita tergantung pada pakaian atau atribut luar kita, sehingga jikalau pakaian tidak sebagus atau sekeren yang kita or orang lain anggap norak maka tak ayal Minder bahkan over Minder perlahan tapi pasti menghinggap pada diri kita.

Tapi…ketika kita berdampingan, berhadapan, atau bertemu dengan orang lain yang ternyata wowww..gayanya lebih keren, orangnya lebih guanteng or lebih cantik n cute-cute. pakaian nya lebih bermerek lagi, poko’e dari ujung kaki sampai ujung kepala melekat semua atribut yang kata anak muda sekarang dibilang “gaul” and modis, tak ayal perlahan diri ini menciut menjadi kerucut yang berbentuk kusut,sembraut, kalang kabut (wah..lebaay). Bayangkan betapa tersiksanya orang yang terkena penyakit pamer terutama siksaan batin, punya handpone baru, cari-cari cara biar ketahuan sama orang lain bahwa kita punya hP baru, pura-pura nanyain nomor telepon coz alasannya hilang lah, kehapus lah, atau pura-pura ditelpon atau nelpon padahal Hp nya mati, pura-pura sms lah biar di tegur woiiii..”HP baru neh”… Misalkan lagi neh, punya motor baru, petantang-petenteng jalan-jalan tiap sore, pagi, malem, liuk sana liuk sini, ups…pas berpapasan ama moge (motor gede) yang lebih keren, langsut ciut, pas lihat motor yang lebih jadul adrenalin sombong naik kembali. Punya sepatu di simpan di hati bukan di kaki, sepatu gak ada gak enak body, gak PD lagi, Lemari penuh tas, padahal satu tas aja gak habis pakai beberapa hari,kecuali habis pakai langsung buang n beli lagi. Orang yang bertipe pamerisme ini biasanya cenderung melihat orang lain yang lebih dari dirinya baik dari segi fisik, pakaian, atau atribut lainnya dapat menimbulkan penyakit iri hati, bahkan sering menimbulkan under PD/over PD, tapi sebaliknya melihat orang yang berada pada level dibawahnya jiwa Over PD nya pun muncul ke permukaan. Orang pamerisme ini nilai diri, citra diri / kebanggaan dirinya terletak pada cover atau tampilan luar saja, apabila cover tidak ada atau tidak sesuai maka nilai diri pun akan menjadi turun padahal itu hanya nilai diri yang diciptakan oleh dirinya saja. Orang suka pamer memandang bahwa dirinya di pandang mulia, keren, pintar, gaul, dari pakaian yang di kenakkan. Sehingga dengan hilangnya atau tidak adanya semua itu tak ayal penciutan diri pun terjadi. Nyari pacar yang cantik/ganteng, buat dipamerin ma orang lain, eh…pas ada yang bilang bokin nye ganteng/cantik eh…dienye….kayak…dedemit….keselimpit…..kayak sandal jepit…biar cepet mateng pake karbit…(lebaaayy)..langsung minder. Itulah sedikit gambaran tipe-tipe or cirri-ciri orang yang terkena dan terjangkit virus yang namanya pamer, bahkan pada kadar yang telah terinfeksi maka virus pamer ini bisa menyebabkan hilangnya nilai diri(stress) akibat strain(tegangan) yang diciptakan oleh dirinya sendiri, karena virus ini akan memakan sebagian isi pikiran kita, dengan berjuta niatan untuk pamer.

Bagaimana mengatasinya ?, pertama kali yang harus dilakukan ketika anda merasa bahwa virus pamer mulai bergerak masuk kedalam ruang diri kita, adalah sadarlah, yakinkanlah kepada diri anda suatu ketetapan yang tidak bisa di ganggu gugat didunia ini adalah bahwa diatas langit masih ada langit, ketika kita telah merasa diri kita tampan/cantik dan ternyata masih banyak dilingkungan sekitar kita yang lebih dari diri kita, terimalah dengan ikhlas…karena ini adalah sebuah keseimbangan alam yang telah begitu adanya sejak dari dulu, bayangkan jikalau semua orang didunia ini cantik/tampan, maka niscaya kata tampan/cantik itu pun tidak ada, bayangkan jikalau semua orang didunia ini adalah orang kaya, apa yang terjadi anda bayangkan sendiri..!, mungkin uang tidaklah ada artinya lagi, bayangkan jika didunia ini semuanya adalah orang miskin, bayangkan jika hanya malam terjadi, bayangkan jika hanya siang yang selalu terjadi, bayangkanlah…maka kita akan menemukan bahwa didunia terdapat dua sisi keseimbangan, dimana mereka saling melengkapi, ada laki-laki dan wanita, ada siang dan malam, ada daratan dan lautan, ada baik dan buruk, ada miskin dan kaya. Ada langit dan bumi. Kemudian apa lagi yang mesti dilakukan, dibawah ini ada beberapa poin yang mungkin dapat membantu mengikis virus ini sampai ke akar-akarnya :

· Terimalah keadaan diri kita, entah fisik, harta, orang tua, jabatan, bagaimanapun keadaan kita saat ini, pada prinsipnya Tuhan tidak melihat semua itu, karena manusia yang paling mulia di Mata Tuhan adalah manusia yang paling bertakwa.

· Harta yang melimpah, jabatan yang tinggi, ketampanan/kecantikan, bukanlah jaminan bahwa kita akan bahagia, karena kebahagian itu bukan dari benda, tapi kebahagian itu ada dalam hari kita. Bukankah Tuhan yang meniupkan rasa bahagia, bersyukurlah selalu. Sering kali kita mendapatkan orang yang berlebih harta, jabatan, malah membuat dirinya terpuruk dalam kesengsaraan.

· Ketika minder itu muncul, keluhan itu datang, meratapi nasib yang buruk, fisik yang tak sempurna, tapi renungkanlah kembali, Mata untuk melihat, Telinga yang kita mendengar seruan/panggilan, kalamullah, Mulut, Hati dimana kita merasakan kasih sayang, cinta, Kaki dimana kita sanggup untuk berjalan, Tangan, dan udara yang begitu nikmat terhirup dengan bebas. Jikalau kita menghitung nikmat Tuhan, niscaya kita tidak akan sanggup menghitungnya, sekalipun seluruh pohon didunia ini kita jadikan pena dan lautan kita jadikan tinta, takkan pernah dapat menulis nikmat Tuhan.

· Lepaskan lah dunia dari hatimu, dan biarlah dunia tergenggam dalam tangan mu, karena ketika dunia tidak mendekat tak ada risau dihati, ketika dunia tergenggam mudah untuk melepaskan (memberi), dan letakkan akhirat dihatimu.

· “pakaian nan indah nan sejati adalah iman, harta yang berharga adalah akhlak yang baik, jabatan yang paling mulia adalah taqwa.”

Baca Selengkapnya »»