Tuesday, August 19, 2008

Dikala Taubat Berbuah Manis (1)

(Riosyam, Cerpen)

Part I

Umiiii…”, teriak seorang gadis mungil kepada ibunya yang sedang berada didapur, sedang memasak makanan, yang akan disajikan malam nanti setelah selesai ibadah sholat maghrib, untuk suami tercinta yang sehari penuh lelah bekerja sebagai Programmer disalah satu perusahaan yang bergerak dibidang Teknologi Informasi. “ada apa sayang….” Balas ibunya, “umiii….Abi udah pulang dali kantor”, ”Iya sayang….sana bantuin Abi bawa tasnya, Umi belum beres masak”, “iya umi….aisyah mau bantuin bawa tas Abi kedalam”. Aisyah pun berlari dengan girang dan riang, dari dalam rumah menuju teras rumah, dan menghamburkan diri kedalam pelukkan Ayahnya, Ayahnya pun dengan cekatan meraih tubuh Aisyah, dua kecupan sayang pun dilayangkan oleh Aisyah ke pipi kiri dan kanan Ayahnya, kemudian berkata “Abi, Aisyah kangeen, Abi kok lama banget sih, keljanya”, kemudian Abi mengangkat tubuh Aisyah dengan kedua tangannya, dan sedikit melakukan manuver dengan memutar Aisyah. Lalu menurunkannya kembali dan kemudian sambil menjongkok Abi mengecup kening Aisyah yang berada tepat dihadapannya “Abi….juga kangen..sayang, hari ini Abi banyak kerjaan…jadi agak telat deh pulangnya..”, sini aisyah bawain tas Abi, Abi kan capek ya..Tapi aisyahnya gendong yah...”. Ibu pun telah menyelesaikan pekerjaannya didapur, dan dengan tangan keibuannya ia pun menyajikan makanan ke sebuah meja, dan menata dengan begitu rapih dan jadilah ruangan yang sederhana itu tampak bagai sebuah restoran yang dilengkapi dengan hidangan pembuka, dan ditambahi dengan buah manis pencuci mulut.

***

Assalamu’alaikum” ucap Abi sambil menggendong Aisyah ketika memasuki rumah, memberikan salam kepada isterinya nan cantik jelita dengan mata bulat, garis wajah yang indah, hidung nan mungil dan bangir, dengan mengenakkan kerudung berwarna hijau, nan tergerai menutupi sebagian tubuhnya itu. Dengan senyum yang begitu halus, melunturkan segala noda kelelahan, mengeringkan segala lembabnya hari dikala kepenatan menghadang. Umi pun langsung menghampiri Abi, yang tampak menggendong seorang bidadari mungil yang rindu dengan cahaya yang terpancar dari seorang Ayah nan penyayang, dan dengan tanpa sebuah permintaan, umi pun menjulurkan tangannya dan menggenggam tangan suaminya dan mencium dan mengucapkan “wa’alaikumsalam, Abi”. Kemudian tampak begitu damainya hati sang suami melihat penyambutan yang begitu sederhana tapi begitu tulus, melunturkan segala kepenatan diri. Seutas kecupan sayang pun menempel di kening umi nan begitu halus. Dengan suara nan begitu halus Umi berkata “Aisyah….turun yah…Abi kan capek…baru pulang kerja…”, sambil merangkul leher ayahnya Aisyah berkata “gak mau…Aisyah kan masih kangen sama Abi…umi cirik yah….”, umi hanya tersenyum mendengar perkataan aisyah. “Eh…Abi kan pengen mandi dulu, biar seger nanti abis Abi mandi, aisyah bisa gendong lagi, bentar lagi kan maghrib…iya sayang..” rayuan umi akhirnya berhasil juga, menurunkan aisyah dari gendongan Abi “iya…deh….biar abi wangi….abis Abi bau…”, semua tertawa mendengar tingkah pola dan perkataan bidadari mungil itu. Dengan sambil tersenyum Abi berkata “yang beneeer…tapi bau-bau juga….aisyah sayang kan sama Abi…”. Tanpa menjawab, sambil tersenyum, sebuah senyum seorang gadis mungil yang tampak begitu tulus tanpa terkontaminasi oleh kemunafikan sedikit pun, aisyah hanya mengangguk.

Abi,..! umi siapin airnya dulu…”, “Iya..abi mau ngobrol dulu nih…sama tuan puteri..nan cantik ini”, umi pun beranjak pergi meninggalkan suami dan puterinya, menuju dapur untuk memanaskan air, seorang isteri yang benar-benar telaten, ia mengerjakan sesuatu tanpa harus didahului sebuah perintah, karena ia yakin bahwa kemulian seorang wanita, adalah dengan berbakti dan mengurus dengan baik rumah tangga, suami, dan anaknya. Sehingga mengurus rumah, mendidik anak, melayani suami, terasa sebagai nikmat dan anugerah Tuhan yang tak terkira baginya. Duduk sambil mengobrol dengan seorang gadis mungil nan ingin tahu segala sesuatu itu, diruang tamu adalah rutinitas Abi setelah pulang kerja sambil menunggu Umi menyiapkan segala sesuatu untuk Abi mandi menjelang sholat maghrib. “Abi..” kata aisyah,”iya sayang, ada apa lagi hari ini…?” jawab abi, “tadi..waktu aisyah main sama temen-temen di depan rumah…telus adzan zuhur bunyi..aisyah bilang aisyah masuk dulu yah, mau sholat zuhur dulu sama umi..trus temen aisyah bilang..kenapa harus sholat?, Trus..aisyah bilang bial gak dosa, kan kalo ninggalin sholat itu kan dosa. Tapi.. (teman aisyah berbicaraa)..kenapa ayah dan ibu puput suka sholat tapi sering pukul puput, bukannya pukul itu juga dosa..makanya puput gak mau sholat, tapi Aisyah gak tahu jawab apa…, trus aisyah masuk aja terus kedalam rumah.” dengan wajah penuh harap, Aisyah menunggu jawaban dari Abi, dengan memandangkan sejenak wajahnya ke Atas, Abi mencoba berfikir sejenak, kira-kira jawaban apa yang mudah dimengerti oleh puterinya ini “sini…sayang…”, Abi menaikkan aisyah ke pangkuannya dan kemudian berkata “sayang…setiap umat muslim, seperti umi, Abi, aisyah, puput, ayah puput, ibu puput, itu wajib mengerjakan sholat, kalau sudah baligh”, belum selesai Abi menjawab pertanyaannya, Aisyah kembali bertanya “balik itu apa Abi”, Abi tampak kebingungan lagi memikirkan jawaban yang tepat “baligh sayang, bukan balik, misalnya begini…aisyah sekarang udah sekolah belum?”, “belum” jawab aisyah, “kenapa aisyah belum sekolah?” Abi kembali bertanya. “kata umi….kan aisyah umurnya belum 6 tahun, jadi belum boleh sekolah..”, “iya benar sayang..aisyah kan baru 5 tahun, jadi aisyah belum boleh sekolah, tapi aisyah boleh masuk TK dulu sebelum sekolah, nah jadi baligh juga seperti itu, jadi kalo aisyah belum baligh, aisyah boleh tidak mengerjakan sholat”, “tapi kok aisyah…disuruh sholat sama umi dan abi” Aisyah kembali bertanya, Abi menjawab kembali “abi dan umi, suruh sholat aisyah, supaya aisyah belajar sholat dulu, nanti pas aisyah sudah baligh, aisyah gak boleh ninggalin sholat, aisyah sudah lancar sholatnya…”, “ohhh…tapi emang kalo aisyah baligh…aisyahnya seperti apa, Abi..”.

Umi yang semenjak didapur tadi, mendengarkan percakapaan kedua pohon cintanya itu, beranjak menghampiri, dan berkata “sayang…nanti umi yang kasih tahu…kalo aisyah sudah baligh apa belum..”, “asyiiikk….benar ya Umi…masih lama gak ya..aisyah baligh…”, “nanti kalo sudah waktunya…aisyah juga tahu sendiri..”. “sudah-sudah ngobrolnya..Abi mau mandi dulu tuh, Abi airnya sudah umi siapkan di kamar mandi, Abi langsung ke kamar mandi saja, handuknya Umi gantung di dinding belakang”. Sambil tersenyum dan berdiri tegak Abi berkata “ok…Mami ku tercinta..”, Aisyah pun ikut berkata “Ahhh…Abi centil”.

***

Senja pun tampak mulai merona, dengan tersipu malu menimbulkan rona merah di sebagian bumi, matahari perlahan pergi meninggalkan, mengganti suasana baru dihati, suasana keteduhan, kerileksan diri, setelah sehari penuh di terpa teriknya matahari yang menyengat tubuh. Burung-burung tampak berlari dengan sayap-sayapnya dan bergerombol mengitari langit nan tampak redup. Pohon-pohon tampak sunyi, setelah sehari penuh burung-burung hinggap menari-nari dan bersiul dengan elok, menghibur setiap jiwa yang rindu akan kedamaian.

Suara adzan maghrib pun berkumandang, Abi telah bersiap-siap dengan setelan rapih, dengan baju koko warna putih dan sarung berwarna merah, dan kopiah putih. Ternyata aisyah dan umi telah menunggu di sebuah ruangan mungil, yang sengaja dirancang sebagai mushola mini dirumah mereka., lengkap dengan mukena yang berwarna putih yang melekat di kedua tubuh bidadari rumah itu. Abi pun melakukan iqamat, tanda sholat maghrib akan segera didirikan, dengan suara nan merdu dan indah, Abi melantunkan setiap kalamullah nan begitu Agung dan indah, sesekali Abi terdengar menangis, ketika melafadzkan ayat-ayat Al-Qur’an.

“Assalamu’alaikum........” Abi menoleh kekanan, kemudian diikuti oleh Umi dan Aisyah.., “Assalamu’alaikum…….” Abi menoleh kan muka kekiri, Umi dan Aisyah pun mengikuti gerakan Abi tersebut. Lalu abi mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa kepada Tuhan :

“Ya Allah..yang meniupkan cinta dan kasih di hati kami, yang menerangi setiap hati nan suci, Ya Allah jadikanlah keluarga kami keluarga nan damai, keluarga nan bahagia, keluarga nan terhindar dari bara api neraka, keluarga nan rindu berjumpa dengan-Mu…………….”

Umi dan Aisyah pun, mengucapkan Amin, setiap kali Ayah berdoa.

Dengan berlari kecil, dari arah belakang, aisyah menghampiri Abi dan duduk dipangkuan Abi lalu mencium tangan Abi, dan berkata “Abi..kenapa kok laki-laki yang jadi imam, kok perempuan gak boleh jadi Imam…”, Sebelum sempat Abi menjawab, umi datang menghampiri mereka berdua dan mecium tangan Abi, dan berkata “kok…umi jarang di Tanya yah..sama sang puteri ini..emangnya umi gak bisa jawab gituh…”, “begini sayang…laki-laki itu kan pemimpin dalam keluarga..jadi laki-laki lah yang menjadi Imam dalam sholat, tetapi wanita pun boleh menjadi imam, tetapi dengan syarat tidak boleh ada makmum laki-lakinya…” berarti, dengan tersenyum, aisyah berkata “nanti..umi saja yang jadi imamnya..trus Abi sholat aja sendirian…” Abi dan umi pun tersenyum, “Boleh..tapi sholat sendirian itu pahalanya lebih sedikit daripada sholat berjamaah…Allah lebih mencintai 2 orang berjamaah dari pada 10 orang, tapi sholat sendiri-diri, aisyah mau gak dicintai sama Allah”. “mau—mau-“, dengan suara nan lugu aisyah menjawab.

ayo..ayo kita makan dulu yuk….” Suara umi mengajak suami dan puterinya. “wahh..hari ini Umi masak, makanan kesukaan Abi yah…wah ada dendeng sama sambolado tanak”, sebuah penghargaan pun di berikan Abi dengan tulus kepada Umi “Umi…memang istri paling baik, paling tau kesukaan Abi” kemudian Abi mencium kening Umi, sebuah kebiasaan Abi dalam memberikan perhargaan selalu mencium kening Umi nan begitu putih dan mulus, “idih…abi ini genit sama umi yah” celoteh aisyah, disela-sela kemesraan kedua pasang cinta itu. Umi pun berkata “kebahagian bagi umi adalah bisa membahagiakan Abi dan Aisyah..”.

***

Malampun semakin larut, matahari sudah tak tampak lagi, bulan pun datang menggantikan matahari yang telah pergi menyinari bagian bumi nan lain, burung-burung sudah tak bersuara lagi, serangkai suara-suara malam pun saling sahut-menyahut, memekakkan suasana dalam kesunyian malam. Udara dingin dengan perlahan menyentuh tubuh nan lelah ini. Aisyah pun telah tertidur dengan pulas, sebuah wajah polos tampak terlukis indah, tanpa sebuah rekayasa, itulah anak-anak, mereka selalu menampilkan wajah-wajah kesungguhan, tak pernah bersembunyi dibalik topeng kemunafikkan. Umi dan Abi pun, melangkah meninggalkan aisyah yang telah dibiasakan untuk berani tidur sendiri, sebuah pendewasaan sejak dini. Umi pun mengambilkan untuk Abi sebuah piyama, dan membuka baju koko Abi dengan penuh cinta dan keikhlasan, dan memasangkan piyama tersebut ke tubuh Abi, Abi pun mengecup kening Umi kembali “Maha suci Allah..yang telah menganugerahkan seorang istri nan begitu mulia”, “Maha suci Allah yang telah menganugerahkan seorang suami nan begitu penyayang”, Keduanya pun berbaring dan umi berkata “Abi….umi merasa beruntung sekali mendapatkan seorang suami seperti Abi, umi jadi teringat kembali akan masa lalu………”, belum sempat umi meneruskan ceritanya, Abi menyentuhkan tangannya kebibir umi, “ssstt…umi…masa lalu adalah sebuah rangkaian dari perjalanan hidup kita, masa lalu adalah masa dimana beberapa kejadian nan sudah terlewat, yang tak bisa kita perbaiki, kita kembalikan, atau kita mundur ke belakang untuk mengalami hal tersebut kembali, umi..bukanlah umi di masa lalu, umi bukanlah umi nanti di masa yang akan datang, tapi buat Abi, umi adalah umi yang hari ini, umi yang sebagai seorang wanita mulia, istri nan sholehah, ibu nan penyayang, penyabar, Abi memilih dan mencintai umi bukan karena masa lalu atau masa depan yang belum pasti datang, Abi mencintai dan memilih umi karena Allah yang berkehendak…” umi pun menangis haru, mendengarkan perkataan suaminya dan mengecup kening suaminya nan terdapat titik hitam, sebuah tanda sujud kepada Allah. “umi sayang Abi, ya sudah…Abi bobo yah..besok kan hari libur, pagi-pagi sekali kita pergi kerumah ayah dan ibu, mereka mungkin sudah rindu sama aisyah”.


bersambung.....

No comments: