Sunday, June 8, 2008

Belajar Mencintai Proses

“Aaaah.....hh”, itulah salah satu keluhan yang sering terlontar dari mulutku secara spontan dikala masalah sulit teratasi dan dikala cobaan yang merundung datang tak henti-henti untuk tak berlalu. Kepala terasa berat, tangan ini tak henti-henti memijat-mijat berharap sakit ini dapat terobati, pundak terasa diberi sebuah beban yang sangat berat, badan yang tak ingin kalah pun memberikan suatu reaksi yang pegal-pegal. Tapi ternyata pijatan tanganku sendiri ini tak sanggup pula meredam kekesalan ku kali ini. Berjam-jam ku habiskan waktuku di depan komputer, berharap ada sesuatu ilham yang ditiupkan kedalam buhul oleh Tuhan untuk membantu diriku yang dilanda gundah dan kesukaran. “Oh...Komputer” ingin kukatakan kepada-mu, “ahhh...” tapi kau hanyalah saksi bisu terhadap apa yang semua kulakukan, ingatkah...!!! kau komputer berbagai buku yang telah ku bolak dan ku balik, berulang dan berulang kali. Tetapi tak kutemukan hal yang kuiginkan. Kau (komputer) hanya terdiam menyaksikan bagaimana kacau nya diriku ini, aku tak tahu kau(komputer) tertawa ataukah kau ikut bersedih seperti makhluk yang ada dihadapanmu. Ah.....itu semua tidaklah penting, kau hanyalah seonggok mesin yang tak pernah dan takkan pernah bisa mengerti perasaan manusia. Tapi aku tak menangkal kau memiliki berbagai kehebatan.

“( - ) mungkin harus kuakhiri semua ini, kurasa kemampuan ku hanya sampai disini, sepertinya aku tidak sanggup untuk melanjutkan semua ini, rasanya semua kemampuan telah kukeluarkan tapi kenapa koq..susah sekali untuk diselesaika.......aaahh.....kenapa...begini.....kenapa......begit.......mungkin aku menyerah saja............”.

Sisi negatif jiwa ku mulai mengumandangkan suara, untuk angkat berorasi bergebu-gebu di alam pikiran ini.

“( + ) Inilah hari-hari yang sering kulalui , dalam beberapa bulan yang lalu. Bagiku ini sebuah perjuangan yang cukup berat. Tapi dibalik semua keluhan, kegundahan, kesukaran, tak berarti ku harus menyerah, betapa bodohnya diriku, jikalau kalah hanya karena kondis, bukankah diriku ini pemimpin untuk diriku sendiri. Diriku tak menangkal bahwa mungkin ini adalah sifat ke-fitrah-an ku sebagai manusia yang lemah, ku teringat dengan firman Allah swt. Dalam kitab yang Agung bahwa manusia itu apabila mendapatkan nikmat ia amat kikir, dan apabila mendapat musibah ia akan berkeluh kesah, sebuah pesan yang mensinyalir bahwa itulah dasar watak manusia. Tapi apakah lantas karena ku menyadari bahwa watak dasar manusia berkeluh kesah dikala kesulitan menghadang, membuat ku cukup hanya sampai disini (berkeluh) tidak untuk berubah (bersabar), aku akan maju, aku tidak akan kalah oleh keadaan”.

Si baik hati dan Si penyemangat dalam Jiwa ku, pun ambil bagian untuk berbicara.

Dengan penuh perjuangan dan jatuh bangun, kucoba mengikuti sisi positif ku, walau sisi negatif tak henti-henti berkecamuk untuk menjatuhkan diriku. Dengan tekad yang bulat, ku ikrarkan dalam diriku sendiri, “semua ini hanya butuh proses, Allah maha adil, aku yakin dengan semua itu, siapa yang menanam pasti ia akan menuai, waktu yang akan menjawab semuanya dan semua atas Kehendak-NYA.", perlahan ku mulai mencoba kembali dan mecoba, mencoba, mencoba...........,.......,......dan mencoba. Tak dapat menampikkan bahwa sekuat apapun ku membenahi diriku dengan meniupkan jiwa-jiwa penyemangat, rasa lelah tetap menghampiriku, kusadari karena inilah sifat kemanusianku yang lemah.

No comments: