Sunday, June 8, 2008

Kembalilah Tersenyum

Hari ini adalah sebuah perjalanan yang cukup melelahkan, kereta api yang ku naikki melaju dengan cepat, kereta api yang setiap harinya selalu dipenuhi dengan padatnya para penumpang yang hendak pulang menemui keluarganya yang menunggu kedatangan mereka. Suara para pedagang silih berganti bersorak-sorai sambil sahut-menyahut menjajakan dagangannya. Tampak para penumpang yang berdiri tak henti-henti menyibak peluh yang mengalir terus di permukaan wajah dan tubuhnya. Terlihat raut-raut iri melihat para penumpang yang duduk sambil tertidur pulas (..ups..sambil ngorok dan beriler lagi). Hilir mudiknya para pedagang, lalu lalangnya para penumpang yang turun dan naik, membuat suasana didalam kereta api semakin ramai. Memang terkadang sering muncul rasa sebal dalam diriku karena kondisi kereta yang nyaris memprihatinkan, para pemilik tangan panjang (read : pencopet) selalu siap mengancam para penumpang yang lengah terhadap barang bawaannya dan perhiasan lainnya, bahkan aksi yang mereka lakukan terkadang secara terang-terangan mereka lakukan. Ditambah lagi dengan sesaknya penumpang yang sulit untuk bergerak, udara yang tidak bersahabat dengan berbagai aroma yang timbul. Tapi itulah sebuah realita hidup yang harus kuterima. Siapakah yang salah.. ??? yah..tapi tak ada gunanya mencari siapa yang salah hanya untuk menyalahkan, setiap pihak punya tanggung jawabnya masing-masing. Tapi dibalik semua itu masih banyak hal-hal yang bisa membuat ku tersenyum dengan berbagai tingkah polah para penumpang yang berusaha melakukan sebuah hiburan sebagai bahan penghilang jenuh dan bosan.
Tak terasa hari mulai senja, matahari pun pun mulai merona memerah tampak tersipu malu, dengan perlahan ia tenggelam untuk menyinari bagian bumi yang lain, gelap pun mulai menghampiri menyelimuti hari ini. Tak lama kemudian kereta pun telah sampai di tempat tujuanku, kulangkahkan kakiku melangkah menuju istana mungil milik kedua Pohon Cintaku. Perlahan ku berjalan…dengan penat yang masih terasa di kakiku. Akhirnya sampailah aku di istana mungil itu dengan warna yang merona kekuning-kuningan menggambarkan kegembiraan ku saat itu. Ternyata pintu istana itu tampak tak tertutup. "Assalamu’alaikum….."….ucapan yang pertama kali ku dendangkan, ku uratkan seutas senyuman dan tampak bidadari kecil "keponakanku" tertawa menjerit menyambut kedatanganku, kuhampiri ia dan seutas ciuman manis pun ia semaikan di pipiku, semua tertawa saat bidadari kecil itu menciumku, kusalami Ayahku, kakak-kakakku, tetapi ada sesuatu yang terasa kurang di sudut bangku ruang tamu, Ibuku dengan wajah yang sedikit redup tanpa seutas senyumpun terjulai dari bibirnya, kuhampiri ia dan ku genggam tangannya dan kucium dengan rasa sayangku. Memang sudah hampir dua bulan ini Ibuku sakit, ia hanya menghabiskan waktunya terbaring di tempat tidur. Tubuhnya lemas, senyumnya yang mulai luntur, keceriaan yang tak tampak lagi dari dirinya. Dahulu ibuku adalah seorang yang Hebat, ia wanita yang Power Full, gigih, penuh semangat dengan bekerja membanting tulang untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Pagi sebelum kami terjaga ia sudah rapih bersiap berangkat untuk mencari sesuap nasi dengan merapihkan dan menggunting rambut orang-orang kebetulan profesi ibuku seorang tukar cukur, di temani ayahku karena ayahku seorang pedagang yang hampir setiap harinya berada di tempat keramaian. Dengan modal seadanya mereka mengais rezeki di rantau orang (oh..iya..Aku dari kelurga perantau dari Ranah Minang ). Menumpang dirumah orang itulah awal hidup keluargaku di Rantau. Sebelum merantau, dahulu di kampong, ayahku terbilang pengusaha yang cukup sukses, sebagai seorang penyortir kerbau dalam jumlah yang lumayan banyak di pasar taranak ( tempat transaksi), saat itu boleh dikatakan ayahku sudah menjadi Bos karena sudah bermain dalam partai penjualan yang cukup besar. Dari situlah perekonomian keluarga ku mulai bangkit, pertama yang Ayahku lakukan adalah membangun gubuk kecil nan sudah reot. Ayahku sering bercerita dan terkadang ia sedih, karena ledekan dari warga kampung terhadap gubug Kakek dari Ibuku tempat ayah dan keluargaku tinggal itu merusak pemandangan kampung, sehingga sebaiknya di buang saja karena kebetulan gubug itu berada di pinggiran jalan, alhasil Ayahku harus menggeser gubug itu jauh kebelakang sehingga jarak gubug itu menjadi jauh dengan bibir jalan, karena memang ayah dan ibuku berasal dari keluarga yang sangat miskin, tetapi walaupun mereka miskin materi, mereka tidak miskin hati, tapi mereka kaya akan semangat. Akhirnya gubug yang tadinya reot sekarang sudah kuat berdiri tak goyah lagi di tebas angin meskipun masih sederhana. Dan usaha ayahku pun semakin maju, tak lama berselang sebuah motor berwarna hitam pun neBenk..!! dengan genitnya di depan rumahku, yang sehari-hari di pergunakan Ibuku untuk mengantar sekolah kakak-kakakku, tak hanya si hitam, si merah pun ( sebuah motor ) ikut neBenk lagi di pekarangan. Saat itu kampung ku belum masuk listrik, ayahku lah yang membuat pancang listrik yang pertama (maklum..Bos..he3.."Afwan"). Tetapi ternyata Allah punya rencana lain buat keluargaku, Allah berkehendak lain, usaha yang telah dibangun ayahku dari bawah itu harus bangkrut karena kasus penipuan yang dilakukan oleh rekan usahanya. Akibatnya utang kesana-kemari. Jual ini dan itu. Bangkrut…itulah mungkin kata yang tepat untuk keluargaku saat itu, karena perekonomian keluarga yang semakin terperosok akhirnya Ayahku memutuskan untuk cari peluang di Negeri Jiran (uh…Ilegal loh..) selama beberapa tahun untuk membiayai anak-anaknya. Tapi malang tak dapat dihalau, dan ternyata memang benar bahwa suatu saat cara yang salah pasti akan mendapatkan akibatnya, saat akan melakukan perjalan pulang ke kampung dengan kapal Tongkang, ternyata polisi laut mengetahui kapal yang illegal itu dan menangkap seluruh awak penumpang itu, dan jadilah beberapa hari harus tidur dalam sel (… kebanyakan cerita yah…).

Kembali ke Rantau, sampai dimana yah jadi lupa…., (oh ya)…menumpang dirumah orang, yach…itulah awal keluarga ku dirantau dengan membawa ketiga anaknya dan ketiga anaknya yang lain termasuk aku di titipkan di kampung. ayahku mencoba mencari peluang untuk yang kesekian kalinya, kali ini tujuannya adalah Pulau Jawa. Dengan modal badan dan pakaian yang melekat pada badannya ayahku mulai mencoba berdagang dengan pinjam modal sana-sini, dagang pete di emperan, dagang es, bahkan hampir semua nya sudah ia jalani. Yang penting Halal. Bayangkan anak yang harus dibiayai enam orang, tetapi penghasilan dirantau pun masih belum tetap dan bahkan super seadanya. Ayahku yang hanya tamat SR (Sekolah Rakyat) begitu juga Ibuku, tak mengenal putus asa, tak merasa rendah diri, dengan gigih mereka berjuang dirantau orang meski menumpang, dan makan seadanya. Semoga Allah memuliakan mereka.
Setelah ayahku dapat penghasilan yang cukup tetap meskipun belum stabil, aku dan kedua kakakku yang di titipkan di kampung dibawa kerantau. Semenjak itulah aku belajar arti hidup, karena ia selalu membawaku yang saat itu masih belum sekolah untuk berdagang di emperan (kaki Lima), yang selalu kuingat ia selalu meletakkan ku diatas ambennya yang terbuat dari bilah-bilah bambu. Tak lama berselang setelah semua keluarga berkumpul di rantau, kami pun mulai mengontrak rumah walaupun dengan kontrakan yang serba wah ( wah…baunya…., wah…kotornya…wah…kecilnya…,wah…), Ayahku mulai berdagang pakaian anak-anak, dan akulah sebagai maskotnya karena aku selalu di letakkan diatas barang dagangannya….he…he…dengan perawakan kurus dan kecil di tambah dengan kulit yang sawo kematengan (…jadinya item deh..). Tapi baru sampai disitu adalah proses yang panjang dan tak mudah bagai membalikkan telapak tangan, semua itu butuh pengorbanan yang mungkin setiap orang tak sanggup menghadapinya dan kalah serta mengalah oleh keadaan. Dengan modal nol dan sebuah keberanian dari tuntutan hidup yang membuat Ayah dan Ibuku kuat, mungkin karena kehidupan di kala kecilnya yang membuat mereka seperti itu, ayahku yang hanya sebagai tukang cangkul sawah orang, tukang angkut hasil panen, terkadang di beri upah terkadang tidak, membajak sawah. Sedangkan ibuku hanya pesuruh untuk mengantarkan nasi kesawah-sawah orang. Bagai "DuO sejoli", Terkadang Aku ikut terharu dan sedih di saat mereka menceritakan masa lalunya, dimana binar-binar air mata terlukis dari wajah mereka, dimana sebuah kenyataan yang harus mereka akui dengan melihat orang yang berada saat itu makan makanan yang enak, sedangkan mereka makan dengan serba seadanya. Tapi itulah jua yang mungkin membuat mereka tegar, Tulisan mereka bukanlah dari sebuah pena, bacaan mereka bukanlah buku, ilmu mereka bukanlah sebuah pendidikan yang jauh bagaikan angan-angan, kesusahan adalah pena mereka, kenyataan hidup adalah ilmu mereka. Walau keadaan mereka susah tapi mereka tak membuat diri mereka bertambah susah.

IBU….AYAH..

Sungguh betapa mulia dan hebatnya kalian, betapa besar dan megahnya jasa-jasa kalian, banting tulang untuk memberikan sesuap nasi untuk kami, membelikan penutup badan ini demi kehangatan tubuh kami. Walaupun darah ini megalir untuk kalian, takkan terbalas jasa-jasa kalian.
Percayakah….? Dan ini memang sebuah realita.
Kedua manusia mulia tadi ( pohon cintaku ) Ibu dan Ayahku, yang sewaktu kecil orang hanya melirik dengan sebelah mata, yang mereka pandang dan mereka ketahui adalah mereka merupakan keluarga yang sangat miskin, pohon cinta itu yang hanya mengecap bangku Sekolah Rakyat (SR), bukan karena mereka tak ingin untuk melanjutkan sekolah tapi sekolah di kala itu bagi mereka bak bermimpi di siang hari.

Percayakah…?
Ternyata mereka mampu menamatkan ke enam anaknya sampai Perguruan Tinggi. Subhanallah…Inilah ke Maha Besaran Allah. Dari menumpang sampai menetap, dari emperan sampai bangunan. Sebuah pelajaran yang dapat kita petik hikmah bahwa Allah sudah menyediakan sesuatu untuk Kita, karena Allah tahu kebutuhan kita, Allah tahu keadaan kita, Allah Maha melihat kita, Allah takkan mungkin menelantarkan hamba-hamba nya, hanya butuh waktu untuk semua itu, meski di dunia kita belum mendapatkannya, mungkin balasan di akhirat akan kita dapatkan, Tapi Allah tak akan menyia-nyiakan semua pengorbanan kita. Jangan lah sampai kita menyalahkan Allah, kenapa Allah menakdirkan keadaan kita susah…? Mungkin lihatlah kedalam diri kita sejauh mana pengorbanan kita dalam meraih hidangan Allah, karena Allah tak menyediakan Cuma-Cuma, butuh perjuangaan, pengorbanan, dan proses untuk meraihnya, karena dengan kesusahan itulah Allah menguji Hamba-hamba nya, tak selamanya kesulitan itu bencana, karena Allah menjanjikan suatu kenikmatan (pahala) yang besar apabila di hadapi dengan sabar tetapi sabar yang aktif (bangkit) bukan sabar yang pasif ( pasrah ). Dan tak selamanya kemudahan itu selalu akan mudah, karena di balik kemudahan pasti tersimpan secuil kesulitan, kemudahan merupakan ujian sejauh mana wujud syukur kita terhadap nikmat yang di berikan.

Terima kasih ya Allah….
Kau anugerahkan orang tua yang mengajarkan hidup kepada ku, mereka mengajarkan perjuangan, mereka mengajarkan penerimaan atas keadaan seraya bangkit dari keterpurukan, mereka mengajarkan hidup, mereka mengajarkan kegigihan dengan goresan peluh mereka, dengan tinta keringat yang membasuh tubuh mereka., mereka mengajarkan bahwa hidup terkadang diatas dan terkadang dibawah, mereka mengajarkan bahwa keberhasilan bukanlah seberapa tinggi ilmu kita, seberapa banyak S1,S2,S3 kita, seberapa panjang gelar setelah tanda titik dibelakang nama kita. Tetapi mereka mengajarkan kegigihan, bangkit dari keadaan , perjuangan, keberanian, kehebatan jiwa,, itulah kunci keberhasilan mereka.

Ibu kembalilah Bangkit….!!
Ibu Kembalilah Tersenyum..!!
Lihatlah kembali foto-foto putra-putimu yang terpampang indah di sudut ruang tamu, foto-foto wujud keberhasilan mu, kaulah yang menyematkan toga di kepala mereka, kaulah yang membuat mereka sampai di foto itu. Perjuangmulah yang menghantarkan kami, peluh dan keringat mu lah yang mengharumkan kami.

Ibu….
Lihatlah kembali album-album foto, bukalah kembali…!! Kenanglah kembali…!! Dulu apakah orang akan menyangka seorang yang terlahir dari keluarga yang sangat miskin, pendidikan yang terbatas, ilmu agama yang seadanya, ternyata saat ini di dalam album foto itu terpampang wajahmu nan jernih di atas sebuah unta kau berfose dengan kerudung berwarna putih di temani suami mu nan hebat, siapa yang menyangka kau bisa melempar jumrah, kau bisa berthawah, ingatlah kembali di waktu kau bercerita bagaimana tangis yang tak terbendung di waktu kau berwukuf, kau bisa berangkat menuju panggilan Allah Ke rumah nya yang Suci.

IBu…..
Kenanglah kembali masa lalumu….
Sungguh…
Engkaulah pemimpi yang berhasil mewujudkan mimpimu.
IBu…Dari hati yang tulus kuucapkan "Terima Kasih". Dengarkanlah ikrarku, ikrar didalam hatiku, ikrar yang takkan ku ucapkan, ikrar yang akan ku perjuangkan untuk mewujudkan. "Tangismu" adalah hujaman batu di hatiku, karena selama ini aku sering membuat mu menangis, "Tawamu" adalah motor hidupku, karena selama ini aku sering menertawakanmu. "Harapmu", adalah penggerak jiwaku.

Ya Allah
"Ampunilah dosa kedua orang tua hamba, peliharalah mereka sebagaimana mereka memelihara kami, selamatkanlah mereka sebagaimana mereka memperjuangkan kami, tempatkanlah mereka di tempat yang mulia sebagaimana mereka meneduhkan kami dari hujan, jikalau Engkau mematikan mereka, matikanlah mereka dalam keadaan Khusnul Khotimah, sebagaiman mereka rela mati untuk keberhasilan kami ".

Tulisan ini di kutip sebuah Realita Kehidupan, semoga tulisan ini dapat menjadi sebuah pelepas dahaga bagi mereka yang berada dalam gurun nan gersang, yang tak tahu harus bagaimana, yang tak tahu kemana lagi akan melangkah, yang tak tahu kepada siapa lagi mereka harus berharap. Dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf sebesar-besarnya apabila tulisan ini terasa menggurui, dan tak berkenan di hati

2 comments:

Unknown said...

😭😭😭😭😭 Om..Udah lama rasanya airmata ini ga jatuh tanpa bisa dibendung..Semoga kita selalu mengingat masa2 susah dulu..Karrna hal itu yang akan membuat kita selalu rendah hati.. Mereka adalah orang tua terbaik untuk kita, meskipunereka tidak sempurna, tapi mereka adalah contoh nyata perjuangan yang dimulai dengan keyakinan, keteguhan dan semangat pantang menyerah, demi kehidupan yg lbh baik, dan demi masa depan yg lbh baik bagi anak2nya,,semoga Allah melimpahakn Rahmat , kesehatan dan kebahagiaan kepada mereka disisa umur mereka,, Thank u om..Sudah mengingatkan kita lagi akan masa lalu kita sekeluarga..walaupun tidak indah tapi akan selalu jd tonggak sejarah dan pengingat dikala kita merasa jatuh...

Unknown said...

Om kan ada satu lagi tulisan my mother my hero,, dishare juga om...Nineng punya notenya di fb..